Suara.com - Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo menilai pengawasan proses Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 tidak cukup jika hanya mengandalkan Bawaslu. Menurutnya, perlu keterlibatan masyrakat sipil untuk menjaga Pemilu tetap berjalan secara adil.
Penilaian Ari itu berdasarkan catatan-catatan yang ada dalam proses atau tahapan Pemilu 2024 yang saat ini masih berlangsung.
Ari mengatakan saat ini perlu dengan sangat bagaimana keterlibatan masyarakat sipil untuk betul-betul bersama menjadi pelengkap untuk ikut mengawasi Pemilu 2024.
"Karena saya mengandalkan penyelenggara pemilu saja KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk memastikan bahwa semua proses pemilu ini berlangsung, apakah fair, adil, berintegritas, kemudian bagaimana netralitas dari aparat dalam hal ini presiden hingga aparat di bawah kelurahan dalam hal ini RT/RW, benar-benar bisa netral, tentunya saya ada sanksi kalau hanya mengandalkan penyelenggara pemilu KPU dan Bawaslu," tutur Ari di kantor PARA Syndicate, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (3/11/2023).
Baca Juga: Jaga Keamanan Pemilu 2024, Mendagri Tekankan Pentingnya Kelola Potensi Konflik
Menurut Ari, elemen dan organisasi masyarakat harus turut berperan, utamanya dalam mengawal proses penghitungan suara, bagaimana angka-angka hasil pencoblosan dalam pemilu ini betul-betul bisa diketahui.
"Hanya mengandalkan Bawaslu saja saya pikir tentu akan masih banyak nanti yang tidak sesuai aturan," kata Ari.
Ari lantas bicara bagaimana memformulasikan langkah konkret dari elemen masyarakat sipil untuk bisa turut serta mengawal proses pemilu.
"Kalau petugas kampanye mungkin dilakukan secara sporadis bisa dilakukan. Tetapi dalam sifat penghitungan, penghitungan suara, misalnya terutama untuk pilpres dan pemilihan DPR RI saya pikir perlu ada semacam instrumen digital seperti kawal pemilu di 2014 dan 2019 yang bisa kita wujudkan bersama," kata Ari.
Titik Rawan dan Pelanggaran Pemilu 2024
Baca Juga: Apel Kasatwil, Kapolri Perintahkan Kapolda Hingga Kapolres Persiapkan Pengamanan Pemilu 2024
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Puadi sempat membeberkan sejumlah titik rawan dan jenis pelanggaran yang kerap terjadi dalam gelaran pemilu.
Puadi menyebut setidaknya ada sembilan pelanggaran yang menruutnya sering terjadi dalam pemilu. Pertama, jajaran KPU melakukan verifikasi syarat pencalonan dan calon tidak sesuai prosedur, melakukan kesalahan dalam penginputan hasil perolehan suara.
Lalu, dukungan palsu bagi bakal calon perseorangan; pemasangan alat perga kampanye (APK) yang tidak sesuai ketentuan; fasilitas dan anggaran pemerintah untuk kampanye.
“Kemudian dokumen atau keterangan palsu syarat pencalonan dan calon kampanye di tempat ibadah atau tempat pendidikan yang kini sudah ada putusan MK dengan syaratnya. Jenis pelanggaran lainnya yakni mencoblos lebih dari sekali, ASN (aparatur sipil negara) melakukan perbuatan menguntungkan kandidat, dan politik uang,” kata Puadi di Jakarta, Kamis (26/10/2023).
Lebih lanjut, Puadi menjelaskan, Bawaslu melakukan upaya pencegahan, pengawasan, penanganan pelanggaran, dan penyelesaian sengketa proses pemilu.
Dalam alur penanganan pelanggaran pemilu berdasarkan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilu bermula dari adanya temuan oleh Bawaslu dan laporan dari masyarakat.
“Hasil pengawasan ditetapkan menjadi temuan tujuh hari sejak ditemukan, sedangkan kalau laporan disampaikan kepada Bawaslu juga tujuh hari sejak ditemukan. Untuk batasan waktu pengkajian sejak diregister sampai dengan pleno adalah 14 hari kerja yang bisa meminta klarifikasi atau meminta keterangan para pihak."