Suara.com - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengindikasikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman sebagai hakim konstitusi yang paling bermasalah.
Hal itu dia sampaikan setelah memeriksa 21 laporan dugaan pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi.
"Yang paling banyak masalah itu yang paling banyak dilaporkan," kata Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2023).
Berdasarkan laporan yang masuk ke MKMK, Anwar Usman menjadi hakim terlapor dalam 15 perkara.
Baca Juga: Curhat Saldi Isra Dan Arief Hidayat Tak Tahan Dengan Masalah Internal Hakim Konstitusi
Selain itu, Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat dilaporkan sebanyak empat kali karena menyampaikan dissenting opinion atau pendapat berbeda dalam perkara 90/PUU-XXI/2023.
Sekadar informasi, laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim disampaikan sejumlah pihak lantaran MK mengabulkan sebagian gugatan dalam perkara 90/PUU-XXI/2023.
Dalam putusan itu, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.
"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang memiliki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman, Senin (16/10/2023).
Salah satu pertimbangan hakim Konstitusi menerima permohonan tersebut ialah karena banyak anak muda yang juga ditunjuk sebagai pemimpin.
Baca Juga: Sejumlah Hakim MK Menjalani Sidang Etik di Tengah Mencuatnya Nama Gibran Sebagai Cawapres Prabowo
Putusan tersebut mendapatkan banyak reaksi masyarakat lantaran dianggap membuka jalan bagi keponakan Anwar, yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.
Permohonan diajukan oleh mahasiswa asal Surakarta, Almas Tsaqibbirru Re A. Ia menggugat aturan batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
Usut punya usut, Almas merupakan putra kandung dari Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Almas memiliki pandangan tokoh ideal sebagai pemimpin bangsa Indonesia yakni mengidolakan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka periode 2020-2025.
Sebab, dia menilai pada masa pemerintahannya, Gibran mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Surakarta sebanyak 6,23 persen padahal pada saat awal menjabat sebagai Wali Kota Surakarta pertumbuhan ekonomi Surakarta justru sedang minus 1,74 persen.
Terlebih, pemohon menganggap Wali Kota Surakarta sudah memiliki pengalaman membangun dan memajukan Kota Surakarta dengan kejujuran, integritas moral dan taat serta patuh mengabdi kepada kepentingan rakyat dan negara.