Suara.com - Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Edbert Gani Suryahudaya mendesak pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) untuk memperhatikan isu polusi udara pada Pilpres 2024.
Komitmen itu diperlukan lantaran hingga saat ini isu polusi udara masih belum memadai, meski kesadaran masyarakat sudah semakin meningkat.
"Politisi maupun pemangku kebijakan kita masih sedikit sekali yang punya kesadaran terhadap isu polusi udara. Tinggal bagaimana mereka yang punya akses, mereka yang punya kekuasaan, mereka yang punya relative bargaining power. Kepada para politisi yang mau meng-capture isu ini layak untuk diperbincangkan," kata Gani dalam Seminar Publik Pandangan Capres-Cawapres dalam Isu Lingkungan dan Perubahan Iklim di Pemilu 2024 yang digelar CSIS, Kamis (2/11/2023).
Lebih lanjut, Gani mengungkapkan isu polusi udara dirasa masih kurang diperhatikan dalam diskusi politik, dibanding isu-isu lain seperti lapangan pekerjaan dan kebutuhan dasar.
Baca Juga: Selain Janji Manis Sektor Ekonomi, Capres-Cawapres Diminta Juga Pikirkan Isu Polusi Udara
Padahal, ia melihat potensi peningkatan kesadaran, terutama di kalangan masyarakat kelas menengah perkotaan. Fenomena tersebut terjadi seiring munculnya dampak buruk polusi udara yang kian nyata.
"Mungkin isu polusi udara ke depan akan semakin berkembang dari level masyarakat, sedangkan dari level pemerintah memang bisa dibilang lebih minim lagi, karena memang politisi maupun pemangku kebijakan kita masih sedikit sekali yang punya kesadaran terhadap isu polusi udara," katanya.
Tak hanya itu, ia menekankan terkait dimensi politik udara, masih ada jalan panjang yang harus dilalui.
Langkah pertamanya, masih menurut Gani yakni membuat masyarakat peduli tentang isu lingkungan.
"Bagian yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kita bisa memobilisasi, merubah pola pikir cara pandang masyarakat terhadap hak mereka akan udara bersih. Sehingga mau tidak mau ketika pandangan publik terhadap udara bersih sudah semakin umum, bahwa itu adalah hak yang harus dipenuhi oleh seorang politisi maupun pemangku kebijakan publik," katanya.
Baca Juga: Uji Emisi di Padang Target 1.000 Kendaraan, Kurangi Polusi Udara dan Belum Disanksi Tilang
Pada akhirnya, politisi harus segera mengadopsinya atau mereka tidak akan mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Gani menilai urgensi pemangku kebijakan maupun politisi soal polusi udara bisa terbilang masih minim.
Namun, ia tidak menampik adanya potensi topik ini berkembang lebih luas lagi.
Lantaran itu, ia menegaskan pentingnya mempengaruhi lanskap politik pada Pemilu 2024 yang dianggapnya menjadi peluang terutama dengan bertambahnya jumlah pemilih muda dan pemilih pemula.
"Paling penting adalah untuk orang-orang yang ingin mengadvokasi isu terkait polusi udara, harus berpikir bagaimana kita memberikan insentif secara politik bagi para pemangku kebijakan," katanya.
"Jadi tidak bisa kita hanya sendiri saja berjuang untuk udara bersih, tapi mereka semua, karena yang menghirup udara bersih itu bukan cuma masyarakat saja, tapi elite sendiri, politisi, pengusaha, kita semua menghirup udara yang sama," katanya. (Antara)