Suara.com - Tahun 2006 menjadi momen bersejarah bagi Joko Widodo, yang kala itu masih memimpin Kota Surakarta, Jawa Tengah (Jateng). Jokowi yang baru menjabat Wali Kota Surakarta kala itu, punya pekerjaan rumah merelokasi sekitar 900 pedagang kaki lima (PKL) dari Kawasan Monumen 45 Banjarsari.
Kawasan publik itu mulai dipenuhi PKL sejak krisis moneter di tahun 1998 melanda. Merebaknya PKL tersebut menjadi persoalan Kota Surakarta sejak Wali Kota Imam Soetopo hingga Slamet Suryanto.
Tujuh tahun berselang, Jokowi yang terpilih bersama FX Hadi Rudyatmo untuk memimpin Surakarta melakukan pendekatan yang tidak biasa.
Mereka mengundang para pedagang yang menolak relokasi untuk melakukan pertemuan baik di rumah dinas wali kota, Loji Gandrung dan Balai Kota Surakarta. Kerap kali dalam pertemuan tersebut, pedagang disuguhkan makanan dari yang berat hingga ringan. Setelahnya mulai membahas relokasi.
Setidaknya terjadi 54 kali pertemuan dengan mengundang 11 paguyuban PKL Taman Banjarsari untuk makan bersama hingga akhirnya terjadi kesepakatan di antara Pemkot Solo dan para PKL untuk mendapat solusi sepakat pindah ke Pasar Klitikan Notoharjo tanpa ada adu fisik antara pemkot dengan pedagang.
Tak hanya itu, relokasi yang dilakukan pada di bulan Juli 2006 diramaikan dengan pawai kegembiraan dengan pedagang.
'Kemenangan kecil' Jokowi di Surakarta itu kemudian mengantarkannya menuju ibu kota. Keberhasilan diplomasi makan Jokowi ini pun juga menjadi senjata mujarabnya dalam menyelesaikan masalah yang sulit.
Ketika memimpin ibu kota, jurus andalan Jokowi tersebut juga digunakan untuk menyelesaikan permasalahan warga. Sejumlah kasus tersebut meliputi penyelesaian kisruh penggusuran proyek Jalan Tol Jakarta Outer Ring Road West 2 (JORR W2).
Sembari makan bersama, ia tak segan menjelaskan alasan pentingnya membangun jalan tol tersebut kepada warga. Selain itu dalam penyelesaian persoalan pengerukan di Waduk Pluit, Jokowi mengajak warga makan siang di Balai Kota DKI dan berdialog membahas persoalan tersebut.
Baca Juga: Jokowi Ajak Prabowo, Ganjar Dan Anies Makan Siang, Djarot PDIP Wanti-wanti Presiden Harus Netral
Pun saat menjadi presiden di periode pertamanya, 2014-2019, diplomasi meja makan tak bisa lepas dari ruang lobinya. Kala itu, Jokowi kerap mengundang tokoh-tokoh politik, masyarakat, maupun mantan presiden serta wakil presiden makan siang di Istana Kepresidenan Jakarta.
Bahkan yang paling fenomenal, ada pada momen Jokowi bersantap bersama di salah satu mall FX Senayan usai Pemilu 2019 selesai. Kala itu, suhu politik yang tinggi dengan berbagai macam peristiwa yang membuat publik panas seketika mulai reda saat Jokowi bersantap bersama rivalnya, Prabowo.
Penyelesaian ala meja makan Jokowi tersebut bahkan tersorot jutaan pasang mata yang menyaksikan tokoh yang bersaing di Pilpres 2019 menjadi cair dan santai bercengkerama.
Beberapa tahun kemudian di momen penting politik Indonesia, Jokowi juga menggunakan jurus ampuhnya yang terbukti efektif. Pada 2022 lalu, Jokowi mengajak para ketua umum partai politik koalisi pemerintah makan siang di Istana. Makan siang dilakukan sebelum Jokowi melantik menteri dan wakil menteri hasil perombakan Kabinet Indonesia Maju.
Makan Siang di Istana
Jurus makan siang, Jokowi kembali dilakukan. Kali ini tiga calon presiden (capres) yang akan berkontestasi di Pilpres 2024 mendatang. Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan diundang makan siang di Istana Negara pada Senin (30/10/2023).
Prabowo mengungkapkan ada sejumlah menu yang disediakan di meja bundar di salah satu ruang makan di dalam Istana. Ganjar, bahkan, mengakui dirinya makan banyak saat duduk satu meja dengan Jokowi dan dua bakal capres tersebut.
Ketiganya yang kompak mengenakan batik dalam jamuan makan siang di Istana bareng presiden tersebut.
Adapun usai makan siang bersama Jokowi, ketiganya menemui awak media untuk melakukan konferensi pers bersama. Prabowo mengawali sesi wawancara dengan menyampaikan hal terkait jamuan makan siang
"Jadi kita baru saja diundang makan oleh bapak presiden dan lumayan tadi ya makannya," kata Prabowo sambil memandang Anies dan Ganjar.
"Saya makan banyak sih," timpal Ganjar.
Prabowo lantas melanjutkan keterangannya dengan menyebutkan sejumlah menu makanan yang disediakan.
"Ada soto tadi ya, lontong, cumi-cumi," kata Prabowo
"Sayur juga," ujar Anies melengkapi.
"Sayur. Lumayan," kata Prabowo.
Prabowo menyampaikan suasana makan siang bersama tersebut berlangsung secara akrab. Menurutnya bila tidak ada undangan dari Jokowi, dirinya bakal jarang mendapat kesempatan bersama dalam satu momen dengan Anies dan Ganjar.
"Jadi bagus ya kita juga dalam suasana yang akrab dan tadi kami juga ucapkan terima kasih diundang. Kalau nggak diundang kita jarang bisa kumpul ya," kata Prabowo.
Terpisah, Ganjar menegaskan kembali bahwa makanan dalam jamuan di Istana merupakan makanan enak. Hal ini disampaikan Ganjar menjawab pertanyaan terkait ada tidaknya pesan khusus.
"Makanannya enak," kata Ganjar sembari berjalan menuju mobil.
Jamuan makan siang istimewa tersebut kemudian ditafsirkan sebagai diplomasi politik Jokowi menjelang Pemilu 2024 mendatang. Pengamat politik dari The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksono menilai, makan siang tersebut menunjukan komitmen kebangsaan.
"Dalam kontestasi pemilu 2024 nanti dengan sesuatu hal yang berbeda dengan dua pemilu sebelumnya," katanya kepada Suara.com.
Ia mengemukakan, makan siang di Istana Negara bersama tiga capres, merupakan langkah antisipasi untuk menstabilkan tensi politik yang biasanya akan meningkat menjelang pemilu.
"Di dua pemilu sebelumnya sangat panas, sangat membuat polarisasi yang kuat di masyarakat, sehingga dengan adanya pertemuan presiden dengan bakal calon presiden kemarin itu bisa membuat tensi di masyarakat cukup merendah," ujarnya.
"Dengan adanya makan siang kemarin itu memperlihatkan bahwa ketiga bakal calon presiden tersebut memiliki komitmen kebangsaan yang kuat agar tidak menjalankan atau memainkan pertarungan yang tidak sehat nantinya, walaupun kita tidak tahu ke depannya."
Senada dengan Arfianto, pengamat politik Ahmad Khoirul Umam juga menilai positif agenda makan siang yang dilakukan Jokowi bersama tiga capres tersebut. Ia menilai hal tersebut merupakan langkah untuk mengokohkan pondasi politik serta rekonsiliasi jelang Pemilu 2024.
"Dengan mengumpulkan para capres, Jokowi hendak mengesankan dirinya seolah bisa netral dan berdiri tegak di atas tiga capres yang berlaga," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (30/10/2023).
Ia mengemukakan, langkah tersebut sekaligus mencegah terjadi pembelahan dan benturan saat kontestasi politik di tahun depan
"Agar tidak ada pembelahan dan benturan mendasar dalam proses kontestasi ke depan," ujarnya.