Suara.com - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, menyinggung jika kekinian telah lahir kembali nepotisme. Hal itu disampaikan Hasto lewat candaan saat membuka pertemuan Council of Asian Liberal and Democrats (CALD Party) di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Sabtu (28/10/2023).
Awalnya Hasto membuka sambutannya dalam acara tersebut dengan menyapa satu persatu tamu yang hadir, termasuk jajaran kader.
Hingga Hasto menyapa Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah yang dalam kesempatan tersebut menggunakan pakaian seragam PDIP berwarna hitam. Ia mengaku bertanya kepada Basarah terkait seragam hitam tersebut.
"Yang pertama Pak Ahmad Basarah silahkan berdiri. Ya ketua urusan luar negeri, juga wakil ketua MPR, ini badan permusyawaratan tertinggi jadi orang yang sangat penting," kata Hasto.
Baca Juga: Tanggapan Anak Ganjar Pranowo soal Politik Dinasti, Tak Permasalahkan Asalkan...
"Lalu saya bertanya, bertanya padanya kenapa seragamnya berbeda dengan saya? Dan inilah dia, ini mencerminkan betapa sulitnya demokrasi kini berada dalam tantangan," sambungnya.
Ia mengatakan, seragam hitam itu mencerminkan situasi demokrasi Indonesia kini tengah menghadapi tantangan. Terlebih menurutnya, kekinian nepotisme telah lahir kembali.
"Ya karena terlahir kembalinya nepotisme. Jadi kita harus mempertimbangkan hal ini," tuturnya.
Untuk itu, Hasto meminta semua pihak memahami seragam hitam yang dipakai oleh Basarah tersebut.
"Jadi kita harus dapat memahami arti dari Pak Basarah yang berwarna hitam tersebut," pungkasnya.
Baca Juga: Profil Jimly Asshiddiqie, Ketua MKMK Singgung Iblis dan Pembatalan Batas Usia Capres-Cawapres
Kendati begitu, Hasto tak menjelaskan nepotisme apa yang baru muncul tersebut.
Di sisi lain, putra Presiden RI Jokowi yang juga Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka memutuskan maju sebagai bakal calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Gibran bisa maju usai adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan orang yang pernah atau sedang menjabat sebagai gubernur yang bisa menjadi capres dan cawapres meski berusia di bawah 40 tahun.
Fenomena Baju Hitam
Fenomena penggunaan baju hitam ini diawali oleh sikap Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat yang mengungkap hal tentang lembaganya yang kini dilanda prahara.
Mahaguru di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu sampai merasa perlu mengenakan baju hitam untuk menggambarkan kondisi MK saat ini.
Berpidato pada Konferensi Hukum Nasional yang digelar Kemenkumham di Jakarta, Rabu (25/10), Arief menceritakan soal adanya pertanyaan apakah Indonesia sedang baik-baik saja atau sebaliknya.
“Saya mengatakan di berbagai sektor bidang kehidupan Indonesia sedang tidak baik-baik saja,” ujarnya.
Arief dalam kesempatan itu juga mengajak peserta Konferensi Hukum Nasional berhati-hati.
Menurutnya, saat ini ada kecenderungan sistem ketatanegaraan dan bernegara yang sudah jauh dari Pembukaan UUD 1945.
“Bayangkan, bapak (dan) ibu sekalian. Di era Soeharto, era rezim Orde Baru atau Orde Lama pun, itu tidak ada kekuatan yang terpusat di tangan-tangan tertentu,” katanya.
Ketua MK periode 2015-2018 itu menjelaskan pada era Orla maupun Orba masih ada pembagian kekuasaan yang mengacu pada teori Trias Politika, yakni lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Namun, kondisi itu justru berbeda dengan sekarang.
Arief menuturkan ada pihak yang memiliki partai politik sehingga punya tangan di lembaga legislatif. Menurut dia, pihak yang sama juga memiliki tangan di eksekutif, bahkan di yudikatif.
“Saya sebetulnya datang ke sini agak malu. Kenapa saya pakai baju hitam, karena saya sebagai hakim Mahkamah Konstitusi sedang berkabung, karena di Mahkamah Konstitusi baru saja terjadi prahara,” kata Arief.