Suara.com - Bakal calon presiden (bacapres) dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan membuat janji anti mainstream atau tidak biasa jika tahun depan dirinya terpilih. Ia berjanji akan menargetkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) agar bisa memiliki 250 ribu kosakata.
"Saya berharap (kosakata di KBBI) bisa mencapai angka 250 ribu dalam waktu lima tahun ke depan," ucap Anies di Tugu Kunstkring, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/10/2023).
Anies sendiri memang lahir dari orang tua yang bekerja sebagai pengajar. Ia bahkan pernah menjadi rektor di Universitas Paramadina. Sebelum menjabat Gubernur DKI Jakarta, ia pun lebih dulu menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).
Berangkat dari sana, Anies membuat janji anti mainstream yang berkaitan dengan penambahan kosakata di KBBI menjadi 250 ribu. Target yang akan ia capai jika terpilih menjadi presiden RI itu lantas menuai atensi dari publik. Adapun berikut kelima faktanya.
Baca Juga: Sempat Bingung, Nikita Mirzani Akhirnya Mantap Pilih Prabowo Jadi Presiden
1. Tujuan Tambah Kosakata
Dalam menyampaikan janji itu, Anies juga menyertakan tujuannya. Menurut pandangannya, Bahasa Indonesia perlu diperkaya dengan menambah kosakata di KBBI secara bertahap, namun prosesnya cepat. Mulai dari angka 150 ribu, 200 ribu, dan terakhir 250 ribu.
"Saya melihat Bahasa Indonesia harus diperkaya dan itu bisa dipercepat. Jadi (kosakata KBBI ditambah sampai) 150 ribu, lalu 200 ribu, 250 ribu," kata Anies.
Lebih lanjut, menurut Anies, bahasa Indonesia sangat penting untuk mempersatukan bangsa. Sebab, interaksi seluruh rakyat dapat terjalin dalam bahasa ini sehingga penambahan kosakata di KBBI dapat meningkatkan persatuan dan kesatuan.
2. Bandingkan dengan Negara Lain
Baca Juga: Heboh Beredar Video Jokowi Fasih Pidato Bahasa Mandarin, Ini Kata Kominfo
Anies pun melihat ke belakang Indonesia yang hanya memiliki 91 ribu kosakata dari tahun 1953 sampai 2014. Menurutnya, jumlah tersebut sangat sedikit ketimbang negara-negara lain. Sebut saja Jepang, Inggris hingga Arab Saudi yang punya ratusan ribu kosakata.
"Jepang itu kosakatanya 250 ribu. Bahasa Jerman 300 ribu, Bahasa Mandarin 500 ribu, Bahasa Inggris 1 juta dengan penambahan kosakata per tahun 7.000, adopsi dari mana-mana, Bahasa Arab 12 juta kosakata," ujar dia.
3. Cara Menambah Kosakata: Dari Bahasa Lokal
Tak hanya itu, Anies juga menjelaskan salah satu cara menambah kosakata Indonesia. Ia mengatakan hal ini bisa dilakukan dengan menyerap bahasa lokal menjadi bahasa Indonesia. Apalagi totalnya dari tiap daerah di Indonesia mencapai sekitar 700 bahasa lokal.
"Bila bahasa lokal terus menerus diperkaya, maka kita akan punya spektrum diksi yang lengkap," katanya.
4. Mencontohkan Kata 'Tsunami'
Anies kemudian menyinggung nama Museum Tsunami yang dibangun di Aceh karena masih meminjam diksi dari bahasa Jepang. Padahal, kata dia, Indonesia memiliki bahasa lokal yakni 'smong' atau hempasan gelombang air laut untuk menggantikan kata tsunami.
"Tsunami itu berasal dari bahasa mana? Jepang lah. Di Aceh ada Museum Tsunami. Pertanyaannya, ada enggak kata itu dari Bahasa Aceh? Ada, namanya smong," kata Anies.
Smong sendiri berasal dari bahasa asli Simeulue yang secara historis merupakan rangkaian pengalaman warga Aceh di tahun 2004 terhadap bencana gempa bumi dan tsunami. Namun, ia mengakui hanya daerah tertentu yang memiliki kosakata smong.
"Bagaimana di Aceh kita buat sebuah museum meminjam bahasa Jepang sebagai museum peristiwa di 2004 yang sebenarnya bisa disebut istilahnya Museum Smong Indonesia," ujar Anies.
"Hanya daerah yang pernah merasakan smong, yang akan menyebut smong. Daerah lain enggak punya kosakata itu, karena tidak punya punya pengalaman atas peristiwa itu," lanjutnya.
5. Singgung Program saat Jadi Gubernur
Anies juga menyinggung sebuah program ketika dirinya masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ia ingin menggunakan istilah Indonesia bagi terminologi yang memakai bahasa Inggris untuk layanan perkotaan. Ia kemudian mencontohkan MRT.
Anies berharap MRT dapat diartikan sebagai moda raya terpadu, bukan mass rapid transit. Sementara untuk rangkaian keretanya dinamakan Ratangga. Menurutnya, hal itu tidak mudah karena warga sudah terbiasa dengan terminologi bahasa asing.
"Proses pergantian (diksi) itu enggak mudah karena kita sudah terbiasa menggunakan terminologi bahasa asing," pungkas Anies.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti