Suara.com - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah membeberkan sebelum disandingkan dengan Gibran Rakabuming Raka, capres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto sempat disebut akan dipasangkan dengan sejumlah nama.
Nama-nama yang masuk tersebut berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yakni putri Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani dan mantan Gubernur Jawa Tengah, yang kini jadi capres, Ganjar Pranowo.
Meski begitu, ia mengemukakan, pernah menanyakan perihal rekonsilisai yang tercantum di Undang-undang MD 3. Lalu, kata dia, Jokowi mengatakan agar semua partai menjadi pimpinan parlemen.
"Coba lihat sekarang di Senayan itu ada sembilan partai politik semua jadi wakil ketua MPR. Jadi ini rekonsiliasi yang memang didesain dari awal oleh pemerintah sebelum ada covid sebelum ada perang Rusia-Ukraina, sebelum ada ketegangan yang luar biasa tadi," ungkap Fahri Hamzah di acara Lanturan kanal Youtube Kompas TV.
Dia mengatakan, akhirnya semua sepakat kabinet dipertahankan sampai akhir. Adapun Jokowi mengatakan, apabila ada tantangan maka harus diselesaikan secara jelas.
Antitesis
"Nah rupanya yang mengambil posisi itu dari awal Pak Surya Paloh, jadi makanya ada euforia waktu itu mengatakan Anis Baswedan adalah antitesis daripada Pak Jokowi. Sebenarnya itu positioning yang bagus kalau memang mau diambil gitu," katanya.
Fahri menyebut, Jokowi sejak awal mengatakan meskipun kemudian rekonsiliasi tersebut pecah harus dibicarakan baik-baik.
Namun di tengah rekonsiliasi yang sudah berjalan, dua belah pihak memutuskan keluar dengan tanpa pernyataan apapun.
"Pak Jokowi itu pikirannya waktu itu bisa nggak meskipun nanti kita pisah kita ngomong baik-baik karena apapun kan harus ada pilpres dan harus minimal dua calonnya kan."
"Karena ini sudah jalan nih rekonsiliasi bisa nggak yang di ujung ini kita desain, rupanya menurut yang saya dengar itu tidak ngomong keluar itu perahu sekoci pertama, keluar enggak ngomong akhirnya ada damage-nya di situ. Dan setelah itu kemudian perahu sekoci kedua keluar lagi pak Ganjar, itu masalah lagi,"
Rekonsiliasi
Selain itu, Fahri mengemukakan bahwa Jokowi sengaja mengajak kabinet dalam proses rekonsiliasi tersebut karena kabinet merupakan simbol rekonsiliasi itu sendiri. Oleh karena itu, kata dia, kabinet seharusnya didukung oleh power baru.
"Nah ini yang tadinya mau dijaga makanya kan calonnya di awal yang saya dengar itu desainnya Prabowo-Puan, saya kira bisa dicek juga ke Mbak Puan,"
Yang kedua, kata dia, Jokowi secara pribadi ingin membentuk pasangan Prabowo-Ganjar. Namun, dia mengatakan rupanya PDIP tidak menyetujui itu dan lebih memilih Ganjar sebagai calon presiden.
"Yang kedua itu sebenarnya kan memang Pak Jokowi setidak-tidaknya karena ikut membesarkan Ganjar juga pikirannya Prabowo-Ganjar. Dan memang kemudian di elektabilitasnya kan Pak Ganjar, rupanya di PDIP saya dengar nggak mau Prabowo-Ganjar tapi maunya Ganjar-Prabowo,"
"Pak Jokowi di situ ya nggak sanggup, terutama karena itu jatah PDIP lah gitu ya, partai besar begitu nggak bisa. Akhirnya kan Pak Ganjar keluar gitu."
Namun, dia menambahkan bahwa Jokowi tetap menginginkan rekonsiliasi itu berjalan hingga akhir. Dia menyebut, akhirnya pembicaraan besar pun terjadi di koalisinya.
"Jadi Mbak Puan gagal, Pak Ganjar gagal keluar, PDIP bikin blok sendiri. Nah sekarang di koalisi besar ini bertanya kira-kira dengan siapa lagi, seorang yang merepresentasikan Prabowo dan seorang yang merepresentasikan Pak Jokowi atau kelompok Pak Jokowi yang menyetujui itu,"
Karena, kata dia, simbol Jokowi melalui Puan Maharani dan Ganjar Pranowo gagal, maka mereka memutuskan untuk memilih Gibran sebagai representasi Jokowi.
"Karena simbol Puan nggak jadi, simbol Ganjar tidak jadi, akhirnya ya cari seseorang yang lebih merepresentasikan Pak Jokowi (yaitu Gibran)," katanya.
Kontributor : Ayuni Sarah