Suara.com - Dalam beberapa waktu belakangan, dunia politik Indonesia semakin menghangat usai dua bakal calon presiden (capres) mengumumkan nama calon wakil presiden (cawapres). Setelah Anies Baswedan menggandeng Muhaimin Iskandar, terbaru Ganjar Pranowo bakal maju di Pilpres 2024 bersama Mahfud MD.
Namun hingga kini, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) masih belum menentukan nama cawapres yang akan diajaknya berkontestasi pada Pilpres 2024.
Meski sudah muncul beberapa nama potensial yang akan menjadi cawapres, seperti Gibran Rakabuming Raka, Erick Thohir hingga Khofifah Indar Parawansa, Prabowo masih belum juga mengumumkannya.
Merespons hal tersebut Pengamat Politik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Indaru Setyo Nurprojo menilai saat ini kubu Prabowo sedang menimbang beberapa hal terkait nama calon yang sudah berkembang, seperti Gibran.
"Nah, isu besar yang mengadang Gibran itu kan dinasti politik. Itu sama seperti konteks tahun 2019, terkait politik identitas. Saat itu Jokowi diserang tetapi menang. Sekarang, Prabowo siap nggak dengan hitung-hitungan kalkulasi politiknya."
"Kemudian, politik dinasti itu apakah akan ditabraknya dengan memaksa pada Gibran, atau dia akan mencoba untuk tidak berhadapan dengan politik dinasti tapi memilih Erick Thohir," ujarnya saat dihubungi Suara.com, Rabu (18/10/2023).
Lebih lanjut, ia kemudian membeberkan untung rugi Prabowo memilih cawapres yang selama ini terus menjadi pembicaraan di publik secara luas.
"Plus minus kalau Gibran; plusnya otomatis dengan jejaringnya Jokowi. Minusnya, tentu kaitannya dengan politik dinasti. (Bila) Erick Thohir ini, dia punya poin positif ketika menjadi steering comitee di Harlah NU di Surabaya dan itu menjadi poin plus untuk mengenalkan Erick Thohir di kalangan NU dan itu posisinya strategis saat itu," katanya.
Selain itu, ia menilai poin plus lainnya dari Erick Thohir, yakni bebas dari serangan isu politik dinasti, namun memiliki kedekatan yang baik dengan Jokowi dan Prabowo.
"Saya pikir pertimbangan politik dinasti dan kedekatan dengan NU akan menjadi pertimbangan-pertimbangan politik saat ini di tim Prabowo," ujarnya.
Meski begitu, sebenarnya masih ada alternatif lain yang bisa menjaring pemilih dari basis NU untuk dijadikan Prabowo menjadi cawapres, yakni Khofifah Indar Parawansa dan Yenny Wahid.
"Itu juga potensial merebut suara NU di Jatim, apalagi itu mewakili perempuan. Cuma plus minusnya dengan Erick Thohir adalah ketika, Khofifah itu terlepas dari apapun, punya prestasi kerja, kepemimpinan sukses dan sebagainya, punya jaringan yang luas, mantan ketua fatayat, tapi pernah ada selentingan-selentingan berkaitan dengan aparat hukum," ujarnya.
Sementara itu, Indaru menilai Yenny Wahid memang memiliki basis massa NU yang baik, tetapi kekurangannya ada pada pengalamannya dalam dunia pemerintahan serta manajerial di dalamnya. Sehingga jika dibandingkan dengan Erick Thohir masih belum cukup mumpuni.
"Dan tentu Erick Thohir yang sudah punya pengalaman di pemerintahan dan pengusaha. Cuma dia (Erick Thohir) itu tadi di NU kan 'dicangkok' bukan dari basis awal dari bawah NU. Saya pikir juga menjadi kendala tapi alternatif-alternatif yang ada tinggal itu. Namun yang pasti, NU akan tetap seksi dalam proses Pilpres kali ini," ujarnya.
Dua Pantun Muzani
Sebelumnya diberitakan, Partai Gerindra memberisi kisi-kisi tentang sosok cawapres Prabowo Subianto. Isyarat itu disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani melalui dua pantun.
Pantun itu disampaikan Muzani ketika menanggapi pertanyaan perihal peluang Prabowo melirik Yusril Ihza Mahendra yang notabene menguasi bidang hukum, menyusul Mahfud MD yang resmi menjadi cawapres Ganjar Pranowo.
Muzani tidak menanggapi pertanyaan itu, namun ia justru memilih memberikan kisi-kisi melalui pantun mengenai siapa sosok cawapres Prabowo.
Pantun ini dibacakan Muzani usai melangsungkan pertemuan tertutup dengan sejumlah elite Gerindra dan KIM di sebuah rumah nomor 35 di Jalan Sriwijaya I. Letaknya 100 langkah dari kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara Nomor IV, Jakarta Selatan.
Melalui pantun pertama yang dibacakan, Muzani memberikan sinyal cawapres Prabowo merupakan anak muda. Sementara pada pantun kedua, Muzani memberikan isyarat bahwa Prabowo akan didampingi oleh figus yang memili pengalaman di pemerintahan.