Suara.com - Setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) diketok, diperkirakan konstelasi persaingan dalam Pemilu 2024 bakal berubah, termasuk ekses negatif yakni penyebaran informasi palsu alias hoaks.
Menurut Co-Founder Redaxi Astari Yanuarti Pemilu yang bakal digelar pada Pemilu 2024 akan berbeda dengan pemilihan umum sebelumnya yang marak dengan penyebaran hoaks berdasarkan SARA.
"Dengan adanya perubahan putusan MK, narasi penyebaran hoaks itu mungkin saja akan berubah. Bukan lagi berdasarkan SARA," ujarnya dalam diskusi publik yang diselenggarakan Kampus FISIP Universitas Nasional dengan The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) di Jakarta (17/10/2023).
Sementara itu, Wakil Dekan FISIP Universitas Nasional Aos Yuli Firdaus mengatakan bahwa yang paling penting jelang kampanye Pemilu 2024, pemilih muda harus dapat mengantisipasi terhadap maraknya penyebaran informasi palsu atau hoaks.
"Paling penting menuju Pemilu 2024 nanti yaitu pemilih muda dapat menggunakan hak pilihnya secara baik. Oleh karena itu, anak muda perlu untuk meningkatkan literasi dan menggunakan internet yang bijak sehingga menjadi menjadi pemilih yang cerdas, mandiri dan rasional," katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif The Indonesian Institute Adinda Tenriangke Muchtar mengatakan pemilih muda bisa bersikap lebih kritis dengan melakukan pemantauan kampanye baik dilakukan secara offline dan online.
"Penting bagi pemilih pemula untuk kritis dan cerdas dalam menghadapi kampanye mendatang dengan memahami program yang diusung dalam kampanye dan tidak terjebak dalam politik uang maupun politik identitas," katanya.
Sebelumnya diberitakan, MK telah menetapkan syarat capres dan cawapres yakni minimal berusia 40 tahun atau pernah/sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui Pilkada.
Baca Juga: Wujudkan Pemilu 2024 Aman dan Damai, Kemendagri Gelar Forum Dialog Generasi Milenial Lintas Agama