Profil Para Hakim MK yang Tolak Putusan Batas Usia Capres-cawapres Pemilu 2024

M Nurhadi Suara.Com
Selasa, 17 Oktober 2023 | 12:57 WIB
Profil Para Hakim MK yang Tolak Putusan Batas Usia Capres-cawapres Pemilu 2024
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Senin (16/10/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Empat hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion menyikapi batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden yang berhak maju dalam Pemilu 2024 mendatang. Profil empat hakim MK dalam putusan usia capres-cawapres ini pun disorot karena dianggap lebih mewakili suara publik. 

Seperti diketahui, dalam putusannya MK menyatakan batas usia minimal capres dan cawapres adalah 40 tahun atau pernah/ sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum.

Putusan ini dinilai sarat kepentingan umum karena akan memuluskan langkah Wali Kota Solo sekaligus putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka yang baru berusia 36 tahun maju sebagai bakal calon wakil presiden. Pun santer terdengar kabar bahwa Gibran akan menjadi bakal cawapres Prabowo Subianto.

Gugatan ini sebelumnya diajukan oleh Mahasiswa Universitas Surakarta, Almas Tsaqibirru dan Arkaan Wahyu yang mengaku sebagai fans Gibran. 

Baca Juga: Gibran Dikabarkan Gabung Partai Golkar untuk Maju Cawapres, Sekar Tandjung Buka Suara

Meski sudah diketok, ada empat Hakim MK yang menyatakan tidak setuju dengan putusan ini. Keempatnya adalah Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, dan Wahduddin Adams.

Sementara itu tiga orang hakim lain yakni Anwar Usman -yang juga merupakan adik ipar Presiden Jokowi dan Ketua MK- Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompol menyatakan setuju. Dua hakim yakni Daniel Yusmic Pancastaki dan Enny Nurbaningsih menyatakan memiliki alasan yang berbeda atau concurring opinion. 

Berikut adalah profil empat hakim MK yang menolak batasan minimal usia capres-cawapres di Pemilu 2024. 

1. Saldi Isra

Saldi Isra menerima gelar Sarjana Hukum dari Universitas Andalas di Padang Sumatera Barat pada 1995. Lalu, gelar magister ia raih dari Universitas Malaya, Malaysia, pada 2001 dan doktor di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada tahun 2009. Sebelum menjadi hakim, Saldi Isra lebih dulu dikenal sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Andalas.

Baca Juga: Buat Pendukung Prabowo yang Masih Ragukan Gibran, Analisis Denny JA Bisa jadi Pertimbangan

Jabatan Hakim Konstitusi mulai diemban Saldi Isra pada 2017. Saat itu, Jokowi menunjuknya menggantikan Patrialis Akbar yang ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi. Lalu, mulai awal tahun 2023 ini, ia dipercaya menjabat Wakil Ketua MK sampai 2028 mendatang.

2. Wahiduddin Adams

Wahiduddin Adams lahir di Palembang, pada 17 Januari 1954. Ia mengenyam pendidikan S1 Hukum di Universitas Muhammadiyah, lalu dilanjut ke IAIN Jakarta untuk program S2 dan S3 untuk kemudian menjadi Hakim Konstitusi sejak 2014. Sebelumnya, ia bekerja di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) sebagai Dirjen Peraturan Perundang-Undangan. Lalu, jabatan Ketua Dewan Perwakilan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) pun pernah dipegangnya.

3. Arief Hidayat

Arief mengenyam studi S1 dan S3 Hukum di Universitas Diponegoro (Undip). Sementara untuk program S2, ia mengambil Jurusan Hukum di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.

Ia pernah dikenal sebagai Guru Besar Fakultas Hukum Undip. Sementara kariernya selaku hakim konstitusi dimulai pada tahun 2013. Saat itu, ia turut menjadi Wakil Ketua MK. Setelahnya, ia menjabat posisi Ketua MK selama dua periode (2015-2018).

4. Suhartoyo

Suhartoyo lahir di Sleman, DIY, pada 15 November 1959. Riwayat pendidikannya pada jurusan hukum itu terdiri dari program S1 di Universitas Islam Indonesia (1983), S2 di Universitas Taruma Negara (2003), dan S3 di Universitas Jayabaya (2014).

Sebelumnya, ia berkarier sebagai hakim pengadilan negeri (PN) yang meliputi PN Curup (1989), PN Metro (1995), PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006), hingga pengadilan tinggi Denpasar. Lalu, pada 2015, Suhartoyo diangkat menjadi hakim konstitusi.

Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI