Suara.com - Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman enggan mengomentari gugatan anaknya Almas Tsaibbirru Re A yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK) soal persyaratan capres dan cawapres.
Almas yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (UNSA) mengajukan gugatan ke MK soal batas usia capres dan cawapres. Almas juga disebut sebagai penggemar alias fans Gibran Rakabuming Raka.
Boyamin membenarkan, Almas adalah putranya. Namun, Boyamin enggan berkomentar soal gugatan tersebut.
"Aku hanya konfirmasi itu anakku, selebihnya lawyer karena menghargai kerja-kerja lawyer-nya," kata Boyamin saat dihubungi Suara.com, Selasa (17/10/2023).
Baca Juga: Profil Saldi Isra, Hakim MK Heran Putusan Soal Usia Cawapres Tiba-tiba Berubah Sekelebat
Sebagaimana diketahui dalam putusan yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman yang digelar pada Senin (16/10/2023), mengabulkan gugatan Almas.
"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah," kata Anwar.
Salah satu pertimbangan hakim Konstitusi menerima permohonan tersebut ialah karena banyak anak muda yang juga ditunjuk sebagai pemimpin.
"Dengan demikian, dalam batas penalaran yang wajar, secara rasional, usia di bawah 40 tahun dapat saja, incertus tamen, menduduki jabatan baik sebagai presiden maupun wakil presiden sepanjang memenuhi kualifikasi tertentu yang sederajat/setara," kata Hakim M Guntur Hamzah.
Pemohon mengajukan permohonan karena Pasal 169 huruf q UU 7/2017 dianggap sebagai suatu bentuk pelanggaran moral.
Baca Juga: Tak Perlu Analisis Rumit, SETARA: Putusan MK Memang untuk Permudah Jalan Gibran Jadi Cawapres
"Ketentuan pada Pasal 169 huruf q UU 7/2017 mengakibatkan ketidakadilan yang intolerable karena memaksakan rakyat Indonesia untuk memilih presiden dan wakil presiden berdasarkan calon yang memenuhi kriteria usia yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang," terangnya.
Kemudian, pemohon juga memiliki pandangan tokoh ideal sebagai pemimpin bangsa Indonesia yakni mengidolakan Wali Kota Surakarta periode 2020-2025 karena pada masa pemerintahannya mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Surakarta sebanyak 6,23 persen padahal pada saat awal menjabat sebagai Wali Kota Surakarta pertumbuhan ekonomi Surakarta justru sedang minus 1,74 persen.
Terlebih, pemohon menganggap Wali Kota Surakarta sudah memiliki pengalaman membangun dan memajukan Kota Surakarta dengan kejujuran, integritas moral dan taat serta patuh mengabdi kepada kepentingan rakyat dan negara.