Meski Penuh Kontroversi, Putusan MK Soal Syarat Usia Capres-Cawapres Tak Dapat Diubah

Bangun Santoso Suara.Com
Selasa, 17 Oktober 2023 | 11:46 WIB
Meski Penuh Kontroversi, Putusan MK Soal Syarat Usia Capres-Cawapres Tak Dapat Diubah
Suasana jalannya sidang penetapan batas usia Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (16/10/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Akademisi Ilmu Hukum dari Universitas Pakuan, Andi Muhammad Asrun, mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi syarat usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tidak dapat diubah karena bersifat final dan mengikat, terlepas dari kontroversi putusan tersebut.

“Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak dapat diubah karena bersifat final dan mengikat walaupun terdapat cacat formil akibat pernah ditarik permohonan oleh pemohon dan ditarik kembali surat pencabutan permohonan tersebut atau pun kontroversi substansial,” kata Andi di Jakarta, Selasa (17/10/2023).

Andi menjelaskan, kontroversi substansial yang dimaksud adalah debat kewenangan MK untuk menguji norma undang-undang (UU) yang perubahannya diserahkan kepada DPR selaku pembuat undang-undang atau open legal policy (kebijakan hukum terbuka).

Dia pun menilai putusan MK itu akan membuka jalan bagi pihak-pihak tertentu untuk menghadapi Pilpres 2024, termasuk Wali Kota Solo Gibran Rakabuming yang digadang-gadang akan maju sebagai cawapres.

Baca Juga: Putusan MK Bolehkan Kepala Daerah Usia Bawah 40 Tahun Jadi Capres-Cawapres Dipertanyakan: Sarat Kepentingan

Namun demikian, Andi menegaskan bahwa rakyat tetap menjadi penentu. Pasalnya, rakyat pemilih akan menentukan siapa presiden dan wakil presiden yang akan terpilih pada pilpres mendatang.

“Sekalipun (Gibran) mendapatkan kesempatan menjadi cawapres, rakyat pemilih pada akhirnya akan menentukan pilihannya,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Andi berpendapat Putusan MK Nomor tersebut membuka keran bagi pengujian syarat presidential threshold 20 persen, setelah berkali-kali menolak permohonan uji materi presidential threshold dengan menyatakan UU Pemilu berada dalam kewenangan pembentuk UU.

“Dengan adanya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXII/2023, yang mengubah syarat jadi cawapres yang sejatinya wewenang DPR RI sebagai pembentuk UU, kita bisa menguji syarat presidential threshold untuk menguji konsistensi sikap MK dalam memutus permohonan pengujian UU yang merupakan norma kewenangan pembentuk UU,” katanya.

Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai batas usia capres dan cawapres diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.

Baca Juga: Capres Anies Baswedan Selangkah Lebih Cepat dari Prabowo dan Ganjar

Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.

Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh sebab itu, MK menyatakan Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI 1945.

"Sehingga Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’," ucap Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan di Jakarta, Senin.

Atas putusan itu, terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari dua orang hakim konstitusi, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh, serta pendapat berbeda (dissenting opinion) dari empat hakim konstitusi, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo. (Sumber: Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI