Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menolak beberapa gugatan usia minimal capres dan cawapres melalui sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (16/10/2023).
MK tegas menyatakan enggan mengabulkan gugatan tersebut meski datang dari segudang pihak yang getol untuk menurunkan batas usia capres dan cawapres.
Gugatan ini juga menjadi bola panas lantaran publik khawatir ketika usia capres diturunkan, maka menjadi peluang besar politik dinasti keluarga Presiden Joko Widodo melalui putranya Gibran Rakabuming Raka.
Kendati demikian, ada sosok yang lolos dari ketok palu penolakan MK. Adapun sosok tersebut adalah seorang mahasiswa dari Solo yang gugatannya justru diloloskan oleh MK.
Baca Juga: Sidang MK Ditutup dengan Penolakan Batas Usia Minimal Capres-Cawapres di Bawah 25 Tahun
Lantas, siapa saja pihak yang ngotot agar usia capres dan cawapres diturunkan? Siapa mahasiswa yang bernasib mujur itu.
Partai Solidaritas Indonesia
Tak heran bila Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ngotot agar usia capres dan cawapres bisa lebih muda.
Sebab, partai ini menggaet pemuda dan generasi milenial untuk turut berpolitik.
PSI menggungat batasan usia capres-cawapres melalui perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 pada 9 Maret 2023.
Baca Juga: Keponakannya Dikabarkan Maju Cawapres, Ketua MK Tak Hadiri Sidang Hakim Hindari Konflik Kepentingan
Adapun pasal tersebut mengaturpersyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun
Gugatan tersebut menuntut uji materi pasal 169 UU Nomor 7 Tahun 2017. Melalui gugatan itu, PSI meminta batas usia capres-cawapres diubah menjadi 35 tahun.
Diketahui, pengajuan gugatan tersebut diwakili oleh kader PSI Dedek Prayudi.
Juru bicara PSI, Ariyo Bimo kepada wartawan, Selasa (9/5/2023) menilai bahwa batasan usia 40 tahun tersebut tidak memiliki dasar yang logis.
Sebab, ia menilai justru orang-orang yang berusia 35-40 sedang berada dalam kesiapan fisik dan mental paripurna untuk memimpin.
Senada, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie menyatakan belum ada arasan logis maupun yuridis terkait mengapa seorang calon presiden maupun wakil presiden harus sudah menginjak usia 40 tahun.
Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda) juga menyusul PSI menggugat batasan usia capres cawapres melalui perkara nomor 51/PUU-XXI/2023 pada 2 Mei lalu.
Satu suara dengan PSI, Partai Garuda juga menilai syarat usia minimal 40 tahun bagi capres dan cawapres adalah syarat yang inkonstitusional.
Perwakilan kepala daerah
Gugatan terhadap batas minimal usia capres dan cawapres juga dilayangkan oleh sejumlah kepala daerah.
Adapun berikut para putra daerah yang tegas menggugat salah satu persyaratan capres-cawapres itu:
- Wali Kota Bukittinggi Erman Safar
- Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa
- Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak
- Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor
- Wakil Bupati Mojokerto Muhammad Al Barra
Perseorangan
Tak hanya para politisi dan partai, beberapa individu juga berani datang ke MK untuk menuntut batas usia capres-cawapres.
Sosok individu tersebut yakni Hite Badenggan Lumbantoruan dan Marson Lumbanbatu.
MK loloskan gugatan mahasiswa asal Solo
Ternyata, ada sosok mahasiswa bernama Almas Tsaqib Birru Re A yang tengah menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) yang ikut menggugat usia minimal capres-cawapres.
Bahkan, gugatan tersebut diketahui diloloskan oleh MK untuk uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Hal yang berbeda dari gugatan Almas vs gugatan pihak lainnya terletak pada norma pasal yang dimohonkan.
Almas menyoroti ambiguitas atau ketidakjelasan yang ditimbulkan dari ketentuan norma Pasal 169 huruf q UU Nomor 17 Tahun 2017 yang dimaknai: 'Berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota'.
Kontributor : Armand Ilham