Suara.com - Analis Politik dari Universitas Andalas, Asrinaldi, menilai jika putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal gugatan batas usia capres-cawapres tak bisa dipungkiri untuk kepentingan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden dalam hal ini Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Namun, ia mengingatkan, jika memang MK memutuskan untuk mengabulkan gugatan dan Gibran benar-benar nanti menjadi cawapres Prabowo maka, etikanya putra Presiden Jokowi itu harus mundur sebagai kader PDI Perjuangan (PDIP).
"Ketika ini dikabulkan ya itu akan menguntungkan walaupun bahasanya untuk semua rakyat indpnesia. Tapi kan yang berkepentingan langsung pada saat itu adalah Gibran pada saat ini adalah Gibran yang memang usianya di bawah," kata Asrinaldi saat dihubungi Suara.com, Kamis (12/10/2023).
Menurutnya, jika putusan MK mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres itu pasti akan menimbulkan pertanyaan publik.
Baca Juga: Kaesang Tegaskan Sikap PSI soal Dukungan Capres-Cawapres Tidak Tergantung Putusan MK
"Nah persoalannya adalah ketika ini dikabulkan tentu ini akan menjadi pertanyaan publik berikutnya apakah Gibran akan menjadi cawapres Prabowo? Ya kalau melihat dari arah pergerakan dukungan dari koalisi itu masuk alternatif dengan segala pertimbangan-pertimbangannya," tuturnya.
Selain itu, menurutnya, Gibran jika benar dipinang oleh Prabowo menjadi cawapres maka akan berdampak pada PDIP. Ia pun mewanti-wanti Gibran agar etikanya harus mundur dari PDIP.
"Memang secara etikanya Gibran harus mundur, karena dia bukan lagi kader PDI Perjuangan. Apalagi PDI Perjuangan adalah kompetitor dari Gerindra yang mencalon kan Prabowo, PDIP mencalonkan Ganjar," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, persoalan pindah partai politik merupakan hal yang biasa saja.
"Lebih baik mundur dari PDIP ketimbang pinangan Prabowo tetapi masih di dalam PDIP saya pikir tidak elok juga dalam berdemokrasi. Persoalan pindah itu kan biasa saja dalam kita berdemokrasi. Jadi mau tak mau tentu ini harus jadi pertimbangan yang harus dilakukan sebelum mendeklarasikan dirinya sebagai calon wakil presidennya Prabowo," pungkasnya.
Opsi Mundur
Sebelumnya, Gibran santer dikaitkan akan menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.
Ketua DPC PDIP Solo, FX Hadi Rudyatmo mengatakan tidak ada masalah Gibran dicalonkan sebagai bacawapresnya Prabowo Subianto.
"Yo, ora opo-opo, wong semua itu tergantung Mas Gibran sendiri to. Mau dicalonkan sebagai wapresnya Pak Prabowo yo hak Mas Gibran sendiri, artinya semua warga negara Indonesia itu punya hak yang sama, hak dipilih dan hak memilih," kata sosok yang akrab disapa FX Rudy tersebut, Selasa (10/10/2023).
Rudy menegaskan aturan di PDIP sudah jelas, termasuk jika dicalonkan partai lain maka keanggotaan sebagai kader PDIP otomatis hangus.
"Otomatis keanggotaannya hangus, yang mencalonkan itu siapa, di mana, sebagai apa. Kalau partai kan sudah jelas to," katanya.
Ketika ditanya seandainya Gibran menjadi cawapresnya Prabowo Subianto secara otomatis keluar dari PDIP, Rudy menyebut tidak usah keluar otomatis kalau sudah pindah partai.
"Tidak usah keluar. Kalau sudah pindah partai ya otomatis (keluar) toh" jelas mantan Wali Kota Solo ini.
Rudy pun mencontohkan itu banyak dialami oleh kader PDIP. Salah satunya mantan Wali Kota Solo Slamet Suryanto yang dicalonkan pertama lewat PDIP, setelah rakercab pertama kali pemilihan wali kota dan wakil wali kota yang diikuti empat pasang.
Slamet Suryanto terpilih lewat DPRD sebagai Wali Kota Solo periode 2000-2005. Pada saat Pilkada langsung 2005, Slamet gagal mendapat dukungan dari PDIP sehingga maju lewat Partai Damai Sejahtera (PDS) dan kalah dari pasangan Joko Widodo - FX Hadi Rudyatmo yang diusung PDIP.
"Pak Slamet Suryanto melalui PDS. Berati kan otomatis keluar dari PDIP, contohnya tidak usah jauh-jauh," ungkapnya.
Rudy juga mencontohkan Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati yang gagal di Pilkada 2011 lewat PDIP. Yuni kembali maju lewat Partai Gerindra dan memenangi Pilkada Sragen 2015.
Namun Yuni kembali lagi ke PDIP dan ikut Pilkada Sragen 2020 dan menang. Lalu di Klaten terus Sukoharjo dari Golkar ke PDIP.
"Kalau nanti Mas Gibran dicalonkan lewat partai lain, ya seperti tadi contohnya. Slamet Suryanto (Mantan Wali Kota dari PDIP) begitu dicalonkan dari PDS ya sudah, berarti bukan kader PDIP," papar dia.
Rudy pun menyampaikan kalau dirinya mau dicalonkan jadi apapun di partai lain. Maka itu tergantung dirinya sendiri, mau atau tidak.
"Kalau saya dicalonkan partai lain, maka otomatis saya keluar dari PDIP. Jadi itu tergantung saya mau atau tidak," lanjut Rudy.
Rudy menyebut fenomena politikus berpindah-pindah partai sebagai sesuatu yang lumrah dan hal biasa. PDIP juga tidak pernah mempersoalkan kadernya yang lompat ke partai lain.
"Okeh no contone (banyak contohnya). Dan Mbak Mega nggak mempersoalkan," tandasnya.