Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menyinggung maraknya praktik politik dinasti di Tanah Air. Menurutnya, politik dinasti bisa merusak demokrasi.
Bivitri menilai kontrol terhadap kekuasaan dapat melemah.
"Kontrol kekuasaan akan menjadi lemah apabila relasi-relasi kekerabatan itu ada dalam institusi-institusi politik. Karena yang satu akan permisif pada institusi, atau bahkan membukakan jalan kerabatnya yang menduduki jabatan tertentu," kata Bivitri dikutip Kamis (5/10/2023).
Bivitri mencontohkan dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Jokowi merupakan pimpinan dalam cabang kekuasaan eksekutif, sementara cabang kekuasaan lainnya, yudikatif yakni Mahkamah Konstitusi (MK) diketuai oleh adik ipar Jokowi, yaitu Anwar Usman.
Buntutnya, MK sedikit bisa disetir oleh ipar Jokowi itu.
"Kalau kita bicara etik harusnya Ketua MK (Anwar Usman) mundur. Karena ada benturan kepentingan," ujarnya.
Diketahui saat ini sedang bergulir gugatan batas usia cawapres. Sejumlah pihak menggugat usia cawapres diturunkan menjadi 35 tahun, dari sebelumnya 40 tahun.
Gugatan lain juga meminta syarat capres atau cawapres sudah pernah menjadi kepala daerah.
Jika itu dibiarkan, maka menurut Bivitri akan memberikan jalan bagi praktik korupsi. Bahkan bisa lebih parah pada muara pembajakan terhadap demokrasi.
Baca Juga: Usai Bertemu Surya Paloh Cs, Mentan SYL Diminta Menghadap Jokowi Hari Ini
Bivitri menjelaskan pembajakan demokrasi lewat cara demokratik adalah lewat cara-cara prosedural yang seakan-akan sesuai aturan.