Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) curiga Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengulur waktu dalam menindaklanjuti Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 28 P/HUM/2023.
Putusan tersebut berkenaan dengan Pasal 11 ayat (6) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang calon anggota legislatif (caleg) mantan terpidana.
Sekadar informasi, saat ini tahapan pencalonan anggota legislatif berada pada masa penyusunan dan penetapan Daftar Calon Tetap (DCT).
"Bukannya segera merevisi PKPU bermasalah tadi, KPU justru bergerak lambat dan berdalih masih melakukan pembahasan dan mendengarkan masukan dari pakar hukum pada 2 Oktober lalu yang justru patut dipertanyakan esensinya," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, dikutip Suara.com, Rabu (4/10/2023).
Baca Juga: Daftar 15 Mantan Koruptor Nyaleg Pemilu 2024, Ada Komjen Polisi hingga Mantan Ketum PSSI, Siapa Dia?
"Maksud dari forum tersebut yang dinyatakan bertujuan untuk menyusun tindak lanjut pasca Putusan MA diduga dilaksanakan demi mencari celah dan justifikasi agar dapat membangkang dari perintah MA," tambah dia.
Kurnia menegaskan KPU seharusnya segera melakukan revisi terhadap PKPU karena putusan MA bersifat final dan mengikat.
Dengan begitu, Kurnia mengatakan, tidak perlu lagi mencari pandangan hukum dari berbagai pihak dengan maksud untuk menghindar dari perintah yang disebutkan dalam putusan.
"Oleh sebab itu, ICW mendesak agar KPU tidak lagi mengulur waktu dan segera menaati perintah MA yang tertuang dalam Putusan MA Nomor 28 P/HUM/2023 sebelum berakhirnya masa penyusunan dan penetapan DCT," tandas dia.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan judicial review tentang pencalonan anggota legislatif (caleg) mantan terpidana.
Baca Juga: Pastikan Dukung Prabowo Subianto, DPD Partai Garuda Jateng: Kami Tanpa Syarat!
Dalam amar putusannya, MA menyatakan Pasal 11 ayat (6) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 dan pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum," demikian dikutip dari putusan MA, Jumat (29/9/2023).
Selain itu, MA juga menyatakan seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan oleh KPU sebagai implikasi dari pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.
Adapun pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 mengatur bahwa ketentuan jeda waktu lima tahun setelah selesai menjalani pidana tidak berlaku bagi caleg mantan terpidana yang telah menjalani pidana tambahan berupa pencabutan hak politik.
Kedua regulasi KPU tersebut dinilai memberi ruang bagi mantan terpidana dengan ancaman lebih dari 5 tahun untuk mencalonkan diri sebagai caleg tanpa melewati jeda waktu 5 tahun.
Untuk itu, MA memerintahkan KPU untuk mencabut pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 serta seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan pasal tersebut.
Dalam pertimbangannya, MA menilai dua aturan tersebut memberikan kelonggaran syarat pencalonan bagi mantan terpidana dari yang seharusnya diatur pada Pasal 240 ayat (1) huruf g dan Pasal 182 huruf g Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu serta putusan Mahkamah Konsitusi (MK) Nomor 87/PUU-XX/2022 dan Nomor 12/PUU-XXI/2023.
"Hal-hal tersebut menunjukkan kurangnya komitmen KPU sebagai penyelenggara pemilu untuk turut serta menjamin pemilu legislatif dalam mendapatkan para wakil rakyat yang berintegritas tinggi," bunyi pertimbangan MA.
Sebab, lanjut MA dalam pertimbangannya, pengaturan syarat pencalonan yang ketat bertujuan untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi oleh anggota legislatif yang terpilih dari hasil pemilu.