Suara.com - Dalam beberapa kali pemilihan presiden (Pilpres) yang digelar secara langsung, ada fenomena menarik yang dilakukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam memilih pasangan calon wakil presiden (cawapres).
Sejak keikutsertaan partai berlambang moncong putih tersebut, tercatat ada kriteria yang salah satunya mendorong perwakilan dari kelompok agamis, terutama Nahdlatul Ulama (NU) untuk cawapres.
Terkecuali pada tahun 2009, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri berpasangan dengan Ketum Gerindra Prabowo Subianto, selebihnya cawapres yang digaet PDIP berasal dari kalangan NU.
Sebagai catatan, pada tahun 2004, Megawati berpasangan dengan KH Hasyim Muzadi. Kemudian pada tahun 2014, Joko Widodo (Jokowi) yang dicalonkan PDIP menjadi capres, berpasangan dengan Jusuf Kalla.
Baca Juga: Klaim Tak Haus Kekuasaan, Sandiaga Ngaku Legowo Kalau Gagal Jadi Cawapres Ganjar
Terakhir, pada tahun 2019, pada periode kedua Jokowi maju capres berpasangan dengan KH Ma'ruf Amin.
Berdasarkan rekam jejak tersebut, tak heran banyak pihak yang memprediksi nantinya capres dari PDIP untuk 2024, Ganjar Pranowo akan kembali dipasangkan dengan tokoh dari NU.
Bahkan hingga saat ini, ada dua nama yang notabene berlatar belakang NU digadang-gadang akan menjadi cawapres Ganjar, yakni Khofifah Indar Parawansa dan Mahfud MD.
Dalam siniar yang disiarkan melalui YouTube Akbar Faizal Uncensored, Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy mengemukakan, Megawati Soekarnoputri memiliki pola yang konsisten dalam mencarikan pasangan cawapres untuk kadernya pada kontestasi politik nasional tersebut.
Putri proklamator Bung Karno itu memformulasikan pasangan cawapres untuk mencapai tujuan kemenangan dengan memperhatikan pola yang ajeg.
"Tapi kalau Bu Mega menang iya tujuan, tetapi pola atau pattern ini harus dibakukan," katanya seperti dilihat Suara.com.
Tokoh NU Senior
Pernyataan Rommy, sapaan Romahurmuziy mengemukakan, tersebut mengacu pada sosok empat tokoh cawapres, baik yang mendampinginya maupun kader yang maju di Pilpres, berlatar belakang dari kalangan NU senior.
"Dan kita lihat empat kali Bu Mega memilih calon wakil presiden baik yang mendampingi beliau atau kemudian orang lain yang dijagokan beliau itu semuanya itu pattern-nya sama, NU tua," katanya.
Bahkan untuk Pilpres 2024 mendatang, Rommy mengaku mendapat informasi bahwa Ketum PDIP itu telah menanyakan kepada Pengurus Besar NU meskipun bukan partai politik.
"Bahkan saya sudah mendapat informasi, Ibu (Megawati) memang sudah menanyakan kepada Pengurus Besar NU, meskipun NU bukan partai politik, tetapi sebagai sebuah kekuatan ormas yang dalam survei baru-baru ini 56 persen rakyat indonesia mengaku warga NU itu, artinya kan perlu sangat diperhitungkan," ujarnya.
Tak hanya itu, ia mendapatkan informasi bahwa Megawati pernah melamar Rais 'Aam PBNU Miftachul Akhyar untuk mendampingi Ganjar hingga tiga kali.
Tetapi kabarnya, tokoh sepuh NU itu menolak ketiga lamaran tersebut.
"(PBNU) Ditanya bagaimana kalau Kiai Miftah, tapi Kiai Miftah-nya Rais 'Aam juga, konon menolak sampai tiga kali," lanjutnya.
Selain itu, Rommy juga mengatakan telah mendapatkan informasi dua sosok yang masuk dalam daftar pilihan Ketum PDIP, di antaranya Menko Polhukam Mahfud MD dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
"Saya dapat informasi sudah menerima Pak Mahfud MD dua minggu lalu, minggu ini menerima Ibu Khofifah," ucapnya.
Kekuatan Politik Besar
Dalam penilaian Pengamat sekaligus Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto, hal tersebut merupakan upaya untuk menyeimbangkan dua kekuatan besar politik nasional.
"Saya pikir itu bagian dari upaya menyeimbangkan dua kekuatan politik besar di Indonesia yakni nasionalis dan religius. Dengan bersatunya kedua kekuatan ini tentunya akan mengurangi tensi politisasi identitas yang belakangan terjadi dan juga potensi meraup suara yang besar," ujarnya saat dihubungi Suara.com pada Senin (2/10/2023).
Ia juga mengungkapkan, pilihan Megawati dan PDIP dalam memutuskan cawapres dari kalangan tokoh senior NU tidak terlepas dari faktor lainnya.
"Saya pikir faktor kharisma dan ketokohan menjadi dua faktor di balik latar belakang tersebut," ujarnya.
Meski begitu, ia menilai bahwa kemungkinan Ganjar bakal 'dijodohkan' dengan tokoh dari kalangan NU untuk Pilpres 2024 mendatang masih sangat bergantung pada koalisi partai politik yang mengusung mantan Gubernur Jawa Tengah tersebut.
"Tergantung pada dinamika politik ke depan dan kesepakatan dalam koalisi," ujarnya.