Suara.com - Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis hasil survei simulasi jika pada Pemilu 2024 mendatang dengan hanya dua pasang capres-cawapres. Survei tersebut mengambil nama Anies Baswedan-Cak Imin dan Prabowo Subianto-Ganjar Pranowo.
Menurutnya, pemilihan presiden (Pilpres) akan berlangsung satu putaran jika hanya dua pasang capres-cawapres. Dengan begitu dana yang begitu besar yang diperlukan untuk dua putaran bisa dihemat.
"Pastilah siapapun yang menang pilpres berlangsung satu putaran saja maka dana yang begitu besar yang diperlukan untuk putaran ke dua dapat dihemat," ungkap Denny JA melalui akun TikTok pribadinya @dennyja_world.
Begitu pula dengan tenaga, pikiran, emosi yang seharusnya dilakukan di putaran kedua bisa dialihkan untuk hal-hal lain. Sehingga pemilihan presiden bisa menjadi efesien.
"Begitu pula dengan tenaga, pikiran, emosi untuk putaran ke dua bisa dialihkan untuk hal-hal lain, pilpres menjadi sangat efesien," lanjutnya.
Pada kesempatan itu, Denny menunjukan hasil survei per September 2023 dengan sampel dua pasang capres-cawapres.
Dalam survei tersebut, pasangan Prabowo-Ganjar mendapatkan dukungan sebesar 64,6 persen, sementara Anies-Cak Imin mendapat 16,6 persen dukungan.
"Ini survei yang baru saja selesai dari LSI Denny JA bulan September 2023 maka ini hasilnya. Prabowo dan Ganjar memperoleh dukungan 64,9 persen, sementara Anies dan Muhaimin dukungannya 16,6 persen," ujarnya.
Menurutnya, kemenangan tersebut adalah kemenangan telak dengan angka selisih 40 persen. Angka tersebut tertinggi dalam sejarah pemilu langsung di Indonesia.
"Maka kemenangan Prabowo dan Ganjar telak telak sekali di atas 40 persen inilah kemenangan tertinggi dalam sejarah pemilu langsung di Indonesia," lanjutnya.
Sementara itu, jika keadaan dibalik dengan Ganjar sebagai capres, Prabowo sebagai cawapres dan Cak Imin sebagai capres, Anies sebagai cawapres.
Hasil survei menunjukan dukungan sebesar 60 persen untuk pasangan Ganjar-Prabowo, dan 20,6 persen untuk Cak Imin-Anies. Kemenangan telak untuk pasangan Ganjar-Prabowo, meskipun selisih di bawah 40 persen.
Namun, kata dia, mungkinkah Ganjar bersedia mengalah menjadi cawapres jika menggunakan kalkukasi Prabowo sebagai capres mendapatkan angka yang tinggi. Tetapi kalkulasi politik bisa berbeda cara menghitungnya.
"Namun mungkinkah Ganjar bersedia mengalah menjadi cawapres, jika kalkulasinya semata-mata rasional itu mungkin karena kemenangan prabowo sebagai capres jauh lebih telak," kata Dia.
"Tapi ini kalkulasi politik bisa berbeda cara menghitungnya," imbuhnya.
Selain itu, dia juga mengatakan bahwa PDI Perjuangan pasti merasa dialah partai yang terbesar. Ketidakrelaan akan kader atau calonnya hanya menjadi cawapres pasti ada.
"Apalagi PDIP merasa dia-lah partai yang terbesar, ia tak ikhlas jika calonnya kadernya hanya menjadi cawapres saja," lanjutnya.
Meski begitu, dia mengatakan bahwa sebelum pendaftaran ditutup segala kemungkinan masih mungkin terjadi. Politik praktis bisa mengubah apapun termasuk bisa mengubah siapakah yang akhirnya menjadi capres-cawapres.
"Tapi sekali lagi sebelum pendaftaran ditutup segala hal masih mungkin terjadi," ujarnya.
"Sesuai dengan pomeo dalam politik yang mengatakan kecuali mengubah lelaki menjadi perempuan dan mengubah perempuan menjadi laki-laki, politik praktis bisa mengubah apapun termasuk bisa mengubah siapakah yang akhirnya menjadi capres dan cawapres," katanya.
Kontributor : Ayuni Sarah