Suara.com - Bakal calon presiden (capres) Prabowo Subianto sempat berpesan kepada masyarakat untuk terima serangan fajar atau politik uang karena itu masih uang rakyat. Menanggapi hal tersebut, peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah menilai pernyataan Prabowo tersebut keliru karena gagal memahami esensi suap dalam pemilu.
“Apapun alasannya, pemberi maupun penerima secara simbiosis mutualisme terlibat dalam mata rantai politik uang. Pernyataan ini pertanda 'dangkalnya' pemahaman soal esensi politik uang,” kata Herdiansyah dikutip Rabu (13/9/2023).
Herdiansyah mengatakan kalau politik uang merupakan praktik yang mempengaruhi mahalnya ongkos politik elektoral di Indonesia.
“Saya pikir Prabowo mesti belajar kembali bagaimana politik uang itu bekerja. Jangan sampai justru membuat politik uang makin subur,” tegasnya.
Baca Juga: Batas Usia Capres di Berbagai Negara dari Amerika hingga India
Lebih lanjut, ia menilai pernyataan yang disampaikan Prabowo itu secara tidak langsung justru permisif terhadap praktik politik uang, termasuk serangan fajar.
Kondisi tersebut dikhawatirkannya bakal berdampak memperlambat kesadaran publik. Ia juga khawatir kalau publik akan terus terjebak dengan pragmatisme politik, di mana siapa yang mampu bayar maka akan dipilih.
“Padahal kita butuh pemilih cerdas yang memilih karena ide dan gagasan para calon, bukan karena isi kantongnya,” katanya.
Selain itu, Herdiansyah juga mengingatkan bahwa mahalnya ongkos politik akan memicu pada tindakan korupsi. Berbagai riset sudah memperlihatkan berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan politisi ketika mengikuti pemilu.
Di tingkat DPRD kabupaten/kota misalnya, biaya yang dikeluarkan sekitar Rp 15-20 miliar, lalu Rp 20-100 miliar di tingkat provinsi dan akan meningkat dalam kontestasi Pemilu Presiden (Pilpres).
Baca Juga: Pantun Hasto PDIP: Mahfud MD Bakal Cawapres Tegak Lurus, di Tangannya Rakyat Semakin Pede
Sebelumnya, bakal (capres) Prabowo Subianto membolehkan masyarakat menerima uang dari partai politik.
Bahkan, Prabowo secara terang-terangan mengatakan, apabila terdapat parpol yang membagikan uang maka masyarakat boleh menerima. Sebab uang tersebut merupakan uang dari rakyat sendiri.
Hal tersebut disampaikannya saat menghadiri acara Milad 11 Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman, Yogyakarta, pimpinan Miftah Maulana Habiburahman atau Gus Miftah, Jumat (8/9/2023).
"Yang mau bagi-bagi uang, terima saja, itu juga uang dari rakyat. Kalau dibagi terima saja, tapi ikuti hatimu. Pilih yang kau yakin di hatimu akan berbuat terbaik untuk bangsa rakyat, dan negara," tuturnya.