Suara.com - Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menilai munculnya Ganjar Pranowo dalam tayangan azan di stasiun televisi swasta merupakan bentuk pelanggaran kampanye.
Ia sendiri mempertanyakan alasan Ganjar harus muncul dalam tayangan azan.
"Ya iya lah. Maksudnya ngapain kalau tiba-tiba yang tadinya...apa namanya? Kan sebelum ditetapkan sebagai capres dan sebelum Perindo mendukung Pak Ganjar kan nggak ada azan itu," kata Doli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (11/9/2023).
Doli lantas menyoroti soal regulasi. Menurutnya, memang tidak ada larangan.
Baca Juga: Heboh Ganjar Pranowo jadi Model Iklan Azan di TV, KPU: Itu Kewenangan KPI
"Sebenarnya memang nggak ada yang melarang kan, siapa saja televisi membuat apa namanya, jangankan azan atau apa gitu, iklan saja kan enggak bisa kita hindari. Kecuali nanti kalau sudah diatur dalam masa kampanye, masuknya sosok-sosok capres atau cawapres atau calon anggota DPR itu pasti akan diatur," tutur Doli.
Walau tidak ada regulasi yang melarang, Doli menekankan pentingnya etika.
"Tetapi kemudian soal etik, soal etik memang harusnya kan yang punya TV itu kan mbok ya harus mempertimbangkan lah. Kan sekarang orang lagi ramai, katanya enggak boleh kampanye di rumah ibadah, kan kira-kira begitu," kata Doli.
"Tetapi itu kan kalau azan, salat itu berkaitan dengan ibadah. Jadi secara etik saja harus dipertimbangkan, walaupun tidak ada aturan hukum yang kemudian dilanggar kalau ada soal itu," sambungnya.
Sebelumnya, Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia menyoroti munculnya Ganjar Pranowo dalam tayangan azan pada salah satu stasiun televisi nasional.
Direktur DEEP Indonesia Neni Nur Hayati meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menindak tegas peristiwa yang dianggap berpotensi menimbulkan pelanggaran pemilu itu.
Namun, dia menganggap penindakkan tersebut sulit dilakukan lantaran regulasi pemilu antara sosialisasi dan kampanye dinilai lemah.
Neni menjelaskan dalam Pasal 79 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 15 tahun 2023 tentang kampanye pemilihan umum menyatakan bahwa partai politik peserta pemilu dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di internal partai politik sebelum masa kampanye.
"Aturan kampanye yang absurd sehingga sulit membedakan antara sosialisasi dan kampanye. Dalam aturan sosialisasi, hanya untuk partai politik peserta pemilu sementara untuk para kontestan bacapres bacawapres, tidak diatur sehingga saat ini seperti tarung bebas dan terjadi adanya ketidaksetaraan antar satu kandidat dengan kandidat lain," kata Neni kepada wartawan, Senin (11/9/2023).
"Para kontestan sesuka hati melakukan curi start kampanye,” tambah dia.
Lebih lanjut, dia berharap ada hasil kajian KPI dan Bawaslu yang progresif serta tidak tekstual agar iklan kampanye yang dinilai kurang mendidik ini tidak diikuti oleh kandidat lain.
"Saya juga berharap agar media tidak partisan secara terang-terangan menunjukkan keberpihakan kepada salah satu kandidat karena ini menyangkut frekuensi publik yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik bukan untuk kepentingan politik praktis," tutur Neni.
Dia mendorong para kandidat lain agar dapat melakukan pengeloaan citra diri secara etis, bermoral, dan beradab, termasuk di media dengan tidak menampilkan sosialisasi politik primitif.
"Jangan karena memiliki penguasaan media sehingga dapat bertindak tidak etis dan estetis yang dibungkus dengan iklan sosialisasi kandidat tanpa mengindahkan regulasi dan aturan main dalam pemilu," katanya.