Suara.com - Perseteruan Partai NasDem dan Demokrat kian memanas. Hal ini disebabkan karena Demokrat merasa telah dikhianati NasDem yang mendadak mendeklarasikan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai cawapres Anies Baswedan.
Padahal, sebelumnya diyakini Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang akan menjadi bakal cawapres Anies.
Sedangkan Cak Imin bersama PKB sebelumnya tidak tergabung di koalisi Anies, melainkan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIRR) bersama tiga partai lainnya, yakni Partai Gerindra, Partai Golkar dan PAN.
Deklarasi NasDem secara sepihak ini pun mendapat kritikan pedas dari Demokrat. Baik AHY dan sang ayah, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sama-sama mengungkapkan rasa kecewa dan marah.
Baca Juga: Warga NU di PKB Disebut Tak Solid Dukung Anies-Cak Imin, Apa Pemicunya?
"Kami marah dan kecewa bukan karena Ketumnya yang tidak menjadi cawapres, tetapi karena perjuangan Partai Demokrat telah dilukai oleh mereka (NasDem) yang tidak jujur serta telah melanggar komitmen dan persahabatan," ungkap AHY dalam keteranga persnya pada Senin (4/9/2023),
Walau begitu, AHY telah meminta pihaknya untuk move on dan membuka lembaran baru usai dikhianati Nasdem.
Kisruh antara NasDem dan Demokrat rupanya bukan pertama kali ini terjadi. Ketegangan kedua belah pihak partai ini sudah terjadi sejak SBY masih menjadi Ketua Umum Demokrat.
Lalu, seperti apa sejarah kisruh Nasdem dan Demokrat ini? Simak inilah selengkapnya.
Kisruh antara NasDem dan Demokrat terjadi ketika Surya Paloh masih bersekutu dengan SBY. Ketegangan keduanya bermula ketika SBY mencalonkan diri sebagai capres pada Pilpres 2004.
Baca Juga: Jalan Sehat Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di Kota Makassar, Target 500 Ribu Orang
Kala itu SBY sempat menawarkan Surya Paloh untuk memegang jabatan sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dan Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres).
Namun syaratnya, Paloh harus membawa dukungan besar dari media-media untuk mendukung SBY. Di sisi lain, Paloh juga mengajukan syarat kepada SBY untuk menjalankan program restorasi.
Kenyataannya saat terpilih sebagai Presiden periode 2004-2009, SBY tidak menjalankan program yang diajukan Surya Paloh. Hal ini membuat Surya Paloh kecewa dan memilih menjauh dari Presiden RI ke-6 tersebut.
Ketegangan keduanya kembali terlihat pada Pilpres 2009. Saat itu, Paloh yang masih bergabung dengan Golkar malah mendukung penuh pasangan capres-cawapres Jusuf Kalla dan Wiranto, ketimbang SBY dan Boediono.
Pada akhirnya, Paloh tetap tidak ingin lagi berurusan dengan SBY, meski nama terakhir kembali terpilih sebagai presiden untuk periode kedua.
Sejak Partai NasDem terbentuk pada tahun 2011, hubungan Paloh dan SBY juga semakin renggang. Dua periode Pilpres tahun 2014 dan 2019, Paloh selalu membawa NasDem untuk mendukung Jokowi.
Kendati demikian, hubungan SBY dan Paloh mulai membaik pada tahun 2022. Ini setelag keduanya melakukan kerjasama, dan saling bertemu di markas NasDem pada Minggu 5 Juni 2022.
Kunjungan ini dihadiri oleh SBY, AHY, Surya Paloh mantan Sekretaris Jenderal NasDem, Johnny G Plate. Sayang kini hubungan keduanya kembali renggang pasca keputusan NasDem mengangkat Cak Imin sebagai cawapres Anies.
Kontributor : Dea Nabila