Suara.com - Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 semakin dekat. Dari sejumlah nama bakal calon wakil presiden (bacawapres), Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, salah satu yang banyak dilirik.
Sebelumnya, ia pernah dilirik oleh Partai NasDem untuk jadi bakal cawapres mendampingi Anies Baswedan di Pilpres 2024.
Selain itu, Khofifah juga mengaku telah berkomunikasi dengan sejumlah partai politik, terkait peluangnya menjadi bacawapres.
"Beberapa (partai) melakukan komunikasi," kata Khofifah kepada wartawan di sela-sela acara "Gathering Alumni Unair" di Jakarta, Minggu (6/8/2023).
Baca Juga: KPU Pastikan Gugatan Batas Usia Minimum Capres Cawapres Tak Ganggu Tahapan Pemilu 2024
Meski begitu, Khofifah tidak menyebut partai politik mana saja yang telah mendekati dan melobinya agar mau menjadi bakal cawapres.
Kader Nahdlatul Ulama itu juga belum menyatakan kesediaannya untuk diusung menjadi bakal calon cawapres.
"Kami endapkan dulu sampai pada proses konfirmasi proses pengambilan keputusan bersama, sehingga saat ini tidak pada posisi 'yes or no'," ucapnya.
Lantas, seperti apa sosok Khofifah Indar Parawansa yang mengaku banyak dilirik parpol untuk jadi bacawapres? Simakulasan berikut ini.
Rekam jejak Khofifah Indar Parawansa
Baca Juga: Khofifah Soal Pilih Maju Cawapres Atau Pilgub Jatim
Khofifah Indar Parawansa kini menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur periode 2018-2023. Ia merupakan salah satu politikus tersohor di Indonesia.
Selain sebagai politikus, Khofifah juga merupakan kader dan aktivis perempuan ormas Islam terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama.
Karier politik perempuan kelahiran Surabaya, 19 Mei 1965 ini dimulai saat ia berusia 27 tahun ketika menjadi anggota DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) periode 1992-1997.
Pada pemilu selanjutnya, tahun 1997, Khofifah kembali terpilih menjadi anggota DPR. Namun pada periode itu, ia hanya dua tahun duduk di parlemen.
Sebab pada 1998 terjadi peristiwa politik di Indonesia dan yang membuat rezim beralih dari Orde baru ke era Reformasi.
Ketika pemilu pertama di era reformasi digelar pada 1999, Khofifah pindah gerbong politik ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dibentuk oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Saat itu, Gus Dur terpilih menjadi presiden di tahun yang sama, Khofifah didaulat menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan pada kabinet Persatuan Indonesia.
Nasib Khofifah di kabinet tak lama seiring jatuhnya Presiden Abdurrahman Wahid pada 2001. Setelah itu, presiden berganti menjadi Megawati Soekarnoputri dan nama Khofifah tak dimasukkan dalam kabinet.
Setelah tak lagi jadi menteri, Khofifah aktif di kegiatan sosial kemasyarakatan. Salah satunya di Muslimat, organisasi sayap perempuan NU, dimana ia memimpin organisasi itu dari 2000-2005.
Khofifah kembali menjajal politik pada 2013, ketika mencalonkan diri dalam Pilgub Jawa Timur, namun akhirnya ia kalah.
Pada Pilpres 2024, Khofifah diminta menjadi salah satu juru bicara politik pasangan Jokowi-JK. Ia lalu menuai hasilnya ketika Jokowi menang.
Khofifah ditunjuk menjadi Menteri Sosial pada kabinet Kerja 2014-2019, namun mengundurkan diri pada 2018 karena ingin kembali bertarung di Pilgub Jawa Timur dan menang.
Penghargaan yang diterima Khofifah
Sejumlah penghargaan dan prestasi pernah ditorehkan Khofifah, di antaranya menerima penghargaan dari Pemprov Jatim sebagai Pembina Ormas terbaik, ketika ia menjabat sebagai Ketua Umum Muslimat NU.
Khofifah juga menyabet penghargaan Khusus Bakti Sepanjang Masa atau Long Life Achievment untuk Muslimat NU.
Khofifah juga pernah mencetak rekor Museum rekor Dunia Indonesia (MURI) ketika menyelenggarakan Nuzulul Quran 1441 H secara daring pertama di dunia dan Khotmil Quran secara daring terbanyak di Indonesia.
Elektabilitas Khofifah
Pada Maret 2023 lalu, setelah Khofifah dilirik tim Anies Baswedan, lembaga survey Indikator Politik Indonesiia menyatakan, nama Gubernur Jatim itu masuk dalam lima besar calon wakil presiden dengan elektabilitas terbesar.
Meski begitu, dalam survey tersebut, nama Khofifah masuk dalam posisi buncit dengan elektabilitas 6,1 persen.
Khofifah tertinggal jauh dengan Erick Thohir dengan elektabilitas 12,9 persen, AHY 13,4 persen, Sandiaga Uno 14,2 persen dan pada poisi pertama Ridwan kamil dengan elektabilitas 20,3 persen.
"Dukungan terhadap cawapres tidak banyak berubah, kecuali Erick Thohir yang meningkat cukup besar. Dukungan terhadap Erick menguat paling besar," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam paparannya, Minggu (26/3/2023).
Kontributor : Damayanti Kahyangan