Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menyatakan bahwa tidak ada istilah ambang batas pencalonan presiden pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Namun, dia mengatakan, ada istilah presidential threshold dalam UUD 1945. Menurutnya, istilah presidential threshold kemudian disalahartikan oleh partai politik.
"Arti presidential threshold adalah ambang batas kemenangan seorang calon presiden menjadi presiden, di mana diatur dalam Pasal 6 a Ayat 3 UUD 1945," kata Feri dalam diskusi yang digelar Partai Buruh di Gedung Juang 45, Menteng, Jakarta Pusat pada Senin (31/7/2023).
Dengan demikian dalam UUD 1945, seseorang bisa menang menjadi presiden dalam putaran pertama dengan catatan memperoleh suara 50 persen lebih dengan sebaran setengah jumlah provinsi.
Baca Juga: Pastikan Dukung Prabowo Subianto Sebagai Capres, Anis: Gerindra Itu Dekat dengan Kami
"Itu namanya ambang batas kemenangan seseorang menjadi presiden alias presidential threshold," tegas Feri.
Lebih lanjut, dia mengatakan penggunaan istilah presidential threshold menjadi syarat pencalonan presiden dan wakil presiden sebagai upaya menipu rakyat.
Sebab, Pasal 6a Ayat 2 UUD 1945 disebut memberikan hak konstitusional kepada partai politik atau gabungan partai politik untuk bisa mengusulkan calon presiden dan calon wakil presiden.
"Artinya, partai apapun atau gabungan partai politik apapun berhak mengajukan calon presiden atau wakil presiden sebelum pemilu," ujar Feri.
Namun, lanjut dia, Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur calon presiden dan/atau calon wakil presiden diusulkan oleh partai atau gabungan partai politik yang memiliki kursi 20 persen di DPR atau 25 persen suara sah nasional pada periode sebelumnya.
Baca Juga: Susul PBB, Anis Matta: Partai Gelora Siap Deklarasikan Dukungan ke Prabowo dalam Waktu Dekat
"'Sebelum pemilu' menjadi kata yang kemudian menjadi 'pemilu sebelumnya'," tambah Feri.
Untuk itu, dia menilai Pasal 222 UU 7/2017 bertentangan dengan konstitusi yaitu Pasal 6a Ayat 2 UUD 1945.
Feri menyebut Pasal 222 UU 7/2027 telah dilakukan pengujian di Mahkamah Konstitusi. Namun, dia menilai Hakim Konstitusi justru bersikap mengindar dengan memutuskan perkara dengan open legal policy atau dikembalikan kepada pembuat undang-undang, yaitu DPR.
"Partai Buruh menemukan bahwa mereka adalah partai yang sudah terdaftar, yang punya hak berdasarkan konstitusi pasal 6a Ayat 2 untuk mengusulkan siapa calon presiden dan/atau calan wakil presiden berdasarkan konstitusi," tutur Feri.
"Oleh karena itu, Pasal 222 (UU 7/20217) melanggar hak konstitusional Partai Buruh untuk mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden," katanya.