Suara.com - Penggunaan buzzer atau pendengung yang kerap digunakan calon pemimpin dalam membentuk pencitraan di media sosial diperkirakan bakal mendapat efek negatif jika terus dilakukan pada Pilpres 2024.
Pernyataan tersebut disampaikan Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya Prof Dr Suryanto.
Menurutnya, pemilih di Indonesia saat ini tidak akan terpengaruh dengan model pencitraan yang dibangun buzzer dalam memilih calon presiden.
"Menurut saya, model pencitraan yang dibangun oleh calon pemimpin nasional melalui buzzer ke depannya akan tak disukai masyarakat. Imbasnya, bisa nanti tak dipilih," kata Suryanto seperti dikutip Antara pada Selasa (18/7/2023).
Baca Juga: Putra Ganjar hingga Putrinya Puan Masuk Barisan Jurkam, Hasto: Satu Kesatuan Keluarga
Suryanto mengungkapkan, pencitraan tidak akan memengaruhi pemilih. Sebab, saat ini banyak pemilih muda, dan juga pemilih mulai cerdik serta bersikap kritis.
Dengan kualifikasi pemilih seperti itu, maka mereka akan memilih pemimpin berdasarkan kualitas yang dimilikinya.
"Pemilih muda saat ini sudah sangat cerdik dan dapat melihat sosok calon pemimpin nasional yang bisa kerja atau yang hanya sekadar dibangun melalui opini," katanya.
Selain itu, ia mengungkapkan sosok pemimpin ideal yang diperlukan untuk Indonesia, salah satunya sosok yang mampu memberikan contoh baik kepada para anak buahnya.
"Secara psikologi, prinsip pemimpin adalah memengaruhi orang lain sehingga (dengan memberikan contoh yang baik) diharapkan dapat membawa perubahan yang lebih baik pula pada anak buahnya dan akhirnya kepada masyarakat," katanya.
Baca Juga: Jadi Jurkam Ganjar Pranowo, Relawan Bolone Mase Justru Dorong Gibran Cawapres Prabowo Subianto
Selain itu, Suryanto menambahkan, di zaman yang serba canggih, calon pemimpin Indonesia ke depan dituntut memahami teknologi dengan baik. (Antara)