Suara.com - Lembaga Survei Algoritma merilis hasil jajak pendapat Calon Wakil Presiden (Cawapres) pilihan masyarakat. Hasilnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menduduki peringkat pertama dengan suara terbanyak.
Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana memaparkan survei yang dilakukan periode Juni 2023 ini, Sandiaga memperoleh suara 11,3 persen.
Lalu, di posisi kedua ada Erick Thohir 10,3 persen dan Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD 8,8 persen.
Angka ini sangat dinamis karena jika dibandingkan dengan Desember 2022 urutannya adalah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil 11,8 persen, Sandiaga Uno 7,4 persen, dan Erick Thohir 6 persen.
"Kami melihat Sandiaga Uno momentumnya menguat signifikan, Ridwan Kamil mulai kehilangan akselerasinya yang sempat luar biasa, dan Mahfud MD muncul memikat publik bahkan sampai membuat Ridwan Kamil terpental dari tiga besar,” ujar Aditya kepada wartawan, Senin (26/6/2023).
Aditya juga menjelaskan, dalam survei ini pihaknya mencari tahu jika tiga besar nama capres yaitu Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan tidak maju pilpres, maka siapa yang akan dipilih publik.
Hasilnya, urutan yang muncul adalah Sandiaga Uno 9,3 persen, Ridwan Kamil 9,3 persen dan Mahfud MD 8,2 persen.
“Sandiaga Uno, Ridwan Kamil dan Mahfud MD adalah sosok yang oleh masyarakat dianggap paling layak dipilih untuk menjadi presiden jika tiga nama teratas yaitu Ganjar, Prabowo dan Anies karena satu dan lain hal tidak jadi maju pilpres,” kata Aditya.
Lebih lanjut, Aditya menyebutkan faktor ekonomi menjadi pertimbangan mendasar bagi responden untuk memilih calon pemimpinnya dibandingkan isu polarisasi. Ia menyebut polarisasi masyarakat yang selama ini menjadi kekhawatiran tidak berdampak signifikan.
Baca Juga: Punya Daya Tawar Tinggi di Jatim, Cak Imin Didorong Jadi Cawapres Prabowo
“Dalam survei nasional tatap muka yang dilakukan pada bulan Juni tahun 2023 ini Algoritma mendapatkan temuan bahwa yang terjadi di masyarakat saat ini adalah pembelahan pilihan politik, bukan polarisasi masyarakat,” ucap Aditya.