Sentil KPU dan Bawaslu, Koalisi Masyarakat Sipil Tuntut Kampanye Informatif dan Edukatif

Senin, 26 Juni 2023 | 22:02 WIB
Sentil KPU dan Bawaslu, Koalisi Masyarakat Sipil Tuntut Kampanye Informatif dan Edukatif
Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. [Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kampanye yang Informatif dan Edukatif menyikapi dinamika politik jelang tahapan kampanye pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Perwakilan Cakra Wikara Indonesia (CWI) Yolanda Panjaitan menyampaikan poin-poin pernyataan bersama dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kampanye Pemilu yang Informatif dan Edukatif.

Sikap pertama, mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar lebih berani dan inovatif dalam membuat peraturan tentang penataan kampanye politik di media sosial yang spesifik, komprehensif, efektif, dan berdampak.

Dia menilai, kampanye di media sosial harus dibuat dengan serius agar dapat menjawab persoalan kekinian, khususnya terkait maraknya disinformasi, hoaks, ujaran kebencian, dan kabar bohong. Untuk itu, lanjut Yolanda, diperlukan code of conduct kampanye di media sosial. Hal ini dianggap penting agar kampanye di media sosial memiliki acuan yang jelas.

Baca Juga: LPSDK Dihapus dari PKPU, Kelompok Masyarakat Bingung Ajari Transparansi dan Akuntabilitas ke Publik

Lebih lanjut, koalisi masyarakat sipil ini juga mendorong Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk berkomitmen memberikan ruang bagi masyarakat sipil untuk terlibat dalam moderasi konten.

"Kedua, mendorong KPU dan Bawaslu untuk lebih profesional dalam menyelenggarakan Pemilu guna menjamin adanya prinsip inklusivitas, partisipatif, terbuka, dan akuntabel dalam mewujudkan Pemilu yang Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil," kata Yolanda, Senin (26/6/2023).

Dengan begitu, dia mengatakan pelibatan para pemangku kepentingan terkait harus dilakukan secara bermakna dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu.

"Pelibatan partisipasi publik seharusnya tidak hanya sekedar formalitas belaka. Dalam hal menjaring aspirasi dan pendapat publik, koalisi juga menuntut agar KPU dan Bawaslu memperjuangkan aspirasi dan komitmen publik di hadapan rapat dengan Komisi II DPR RI," tutur Yolanda.

Poin ketiga, mendorong partai politik, calon presiden, calon legislatif, dan calon kepala daerah untuk berkampanye secara informatif dan edukatif, tidak menyebarkan hoaks, tidak menggunakan ujaran kebencian berlandaskan SARA dan identitas lainnya yang selama ini disebut telah menyasar dan memunculkan bahaya atau ancaman bagi warga rentan dan marjinal, seperti kelompok agama minoritas (Ahmadiyah, Syiah, Kristen), kelompok disabilitas, dan kelompok ragam gender (LGBTQI+).

Baca Juga: Dicueki KPU, Masyarakat Antikorupsi Satroni Bawaslu untuk Masukkan LPSDK ke PKPU

"Karena kampanye semacam ini telah menyebabkan keresahan dan pembodohan publik, menajamnya diskriminasi dan munculnya konflik di masyarakat. Koalisi pun menolak keras eksploitasi materi dan konten kampanye, termasuk di media sosial, yang mendiskreditkan atau merendahkan martabat kelompok rentan dan marjinal," ucap Yolanda.

"Keempat, mendorong keterbukaan data kampanye, termasuk laporan dana kampanye sebagai upaya mendorong transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan Pemilu. Koalisi juga menuntut KPU tetap memasukkan persyaratan Laporan Penerimaan dan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dalam Peraturan KPU," lanjut dia.

Poin terakhir ialah memperkuat konsolidasi masyarakat sipil dalam mengawal Pemilu 2024 dan mendorong pemberdayaan masyarakat.

"Salah satunya melalui penguatan literasi pemilih dalam menghadapi pemilu, terutama untuk melawan informasi yang menyesatkan, diskriminasi, dan polarisasi tajam akibat kontestasi pemilu," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI