Cara tersebut bukan dengan memberikan tawaran-tawaran yang programatik. Ia mengungkapkan kemungkinan strategi kampanye yang mungkin dilakukan, yakni semisal strategi dengan mengikuti kebiasaan anak-anak muda seperti ikut nonton konser, berkuliner, ke tempat wisata.
"Selanjutnya kedua, ada strategi yang mengambil simpati anak muda dari hobi entertainmentnya anak muda. Ketiga, menggunakan komedi politik. Kebanyakan anak muda tidak memilih berdasarkan ideologi, tapi hal-hal yang ringan di kehidupan. Hal ini yang membuat komedi politik menjadi penting untuk menggaet pemilih muda. Keempat, strategi menggaet pemilih muda dari segi fashion. Hal tersebut dirasa akan lebih mendekatkan diri kepada pemilih karena berpakaian dengan style yang sama. Kemudian kelima, ada juga istilah berdasarkan ikon. Karena para pemilih muda cenderung akan memilih yang ikonik dan unik,” papar Wildan.
Berdasarkan kedua paparan tersebut masih banyak anak muda yang belum menentukan pilihan, maka hal ini menjadi peluang bagi para Calon Presiden maupun Partai Politik untuk lebih gencar mensosialisasikan diri.
Ia mengemukakan, hampir sebagian besar anak muda membutuhkan informasi seputar peserta yang nanti akan berkontestasi dalam Pemilu 2024.
Sehingga, informasi ini dibutuhkan mereka untuk menjadi dasar keputusan mereka untuk memilih pada hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024 mendatang. Karena itu, partai politik dan kandidat harus memiliki strategi komunikasi yang tepat untuk pendekatan kepada anak muda sehingga dapat menggaet suara pemilih anak muda pada Pemilu 2024 nanti.