Suara.com - Mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idha Budhiati menyebut terjadi kemunduran regulasi, perihal keterwakilan politik perempuan setelah 25 tahun reformasi.
Pernyataan tersebut menyoroti regulasi pemilu yang salah satunya menyoal keterwakilan perempuan.
"Kepastian yang diberikan konstitusi dan undang-undang sekarang menjadi samar dan nyaris tak terdengar. Nah, ini kemunduruan regulasi dalam Pemilu 2024," kata Idha dalam diskusi Puskapol UI yang bertajuk ‘25 Tahun Reformasi, Quo Vadis Keterwakilan Politik Perempuan’, Selasa (20/6/2023).
Dia menyoroti Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 Pasal 8 tentang pembulatan ke bawah pada keterwakilan perempuan.
Baca Juga: LPSDK Dihapus dari PKPU, Kelompok Masyarakat Bingung Ajari Transparansi dan Akuntabilitas ke Publik
Menurut dia, aturan tersebut berpotensi untuk mengurangi jumlah calon anggota legislatif perempuan.
"Kemudian, cara menempatkan perempuan itu tidak disimulasikan lagi di PKPU untuk ditempatkan di nomor urut lebih kecil," ujar Idha.
"Bahkan, elemen teknis di dalam KPU, Sistem Informasi Pencalonan (Silon) juga menyulitkan partai kalau partai ingin menempatkan calon perempuan di nomor urut yang lebih kecil," tambah dia.
Sebelumnya, KPU bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sempat bersepakat untuk melakukan perubahan terhadap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 Pasal 8 Ayat 2.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan perubahan ini dilakukan setelah banyaknya masukan perihal cara penghitungan 30 persen keterwakilan perempuan pada jumlah bakal calon DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Baca Juga: Soal Sumbangan Dana Kampanye, Titi Anggraeni Minta Kepastian Hukum Lewat PKPU
"Kami sepakat untuk melakukan sejumlah perubahan dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2023, terutama berkaitan dengan cara penghitungan 30 persen jumlah bakal calon DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota perempuan di setiap daerah pemilihan," kata Hasyim di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Rabu (10/5/2023).
Hasyim menjelaskan bahwa PKPU 10/2023 Pasal 8 Ayat 2 sebelumnya berbunyi:
Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap Dapil menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai:
- kurang dari 50 (lima puluh), hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau
- 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.
Kemudian, revisi PKPU 10/2023 Pasal 8 Ayat 2 yang dilakukan perubahan menjadi berbunyi sebagai berikut:
Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas.
Dengan begitu, Hasyim menyebut akan ada penambahan Pasal 94a yang disisipkan dalam revisi PKPU 10/2023.
Pada Pasal 94a Ayat 1, Hasyim menjelaskan bahwa partai politik peserta pemilu yang telah mengajukan daftar bakal calon sebelum pemberlakuan PKPU perubahan ini, mereka melakukan perbaikan daftar bakal calon sampai batas akhir masa pengajuan bakal calon.
"Artinya, masih ada kesempatan sampai 14 Mei 2023," tambah dia.
Kemudian pada Pasal 94a Ayat 2, partai politik peserta pemilu yang tidak dapat melakukan perbaikan daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1, mereka melakukan perbaikan daftar bakal calon pada tahapan pengajuan dokumen persyaratan bakal calon.
Namun, DPR meminta KPU untuk tidak mengubah PKPU Nomor 10 Tahun 2023. Hasil kesimpulan itu telah ditandatangani oleh Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, Ketua DKPP Heddy Lugito, dan Dirjen Politik Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar.
"Komisi II DPR RI meminta KPU untuk tetap konsisten melaksanakan PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, setuju ya?" ucap Doli.