Suara.com - Mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi bergabung dengan Partai Gerindra setelah keluar dari Partai Golkar. Dedi mengaku dirinya dan Partai Gerindra telah terhubung secara emosional sejak lama.
Sebelumnya, Dedi Mulyadi tercatat dalam daftar caleg dari dua partai, yaitu Gerindra dan Golkar. Namun, Dedi Mulyadi mengatakan bahwa ia akan melaju bersama Partai Gerindra.
Dedi ingin berkontribusi dan menangkan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Selain itu, Dedi juga ingin mengajukan diri sebagai calon Gubernur Jawa Barat (Jabar) jika rakyat Jabar setuju.
"Saya memandang saya ingin berkontribusi secara langsung pada Pak Prabowo untuk memenangkan Pilpres 2024. Sekarang maju di DPR RI dan memenangkan Pak Prabowo. Kalau urusan Jabar 1 itu bagaimana rakyat nanti," tambah Dedi.
Baca Juga: Gubernur Bali Wayan Koster ke Ganjar Pranowo: Gak Boleh Membebani Calon
Berkenaan dengan hal tersebut, berikut sepak terjang Dedi Mulyadi selengkapnya melansir dari dpr.go.id dan lainnya.
Dedi Mulyadi merupakan sosok kelahiran Subang pada 12 april 1971. Riwayat pendidikan Dedi Mulyadi dimulai dari SDN Sukabati Subang pada 1978 hingga 1984. Kemudian, Dedi melanjutkan pendidikannya di SMPN 1 Kalijati Subang pada 1984 hingga 1987.
Dedi menempuh pendidikan jenjang SMA di SMAN Purwadadi Subang pada 1987 hingga 1990. Mantan suami Bupati Purwakarta ini lalu melanjutkan pendidikan tingginya di program studi Hukum di Sekolah Tinggi Hukum Purnawarman pada 1995 hingga 1999.
Karier Politik
Dedi Mulyadi sudah cukup lama berkecimpung di dunia politik. Kiprahnya dimulai sebagai anggota DPRD Kabupaten Purwakarta pada 1999 hingga 2003 lalu.
Setelah itu, Dedi terpilih sebagai Wakil Bupati Kabupaten Purwakarta bersama Lily Hambali Hasan pada 2003 hingga 2008.
Dedi kemudian melanjutkan kariernya menjadi Bupati Purwakarta selama dua periode yakni 2008 hingga 2013 dan 2013 hingga 2018.
Dua periodenya sebagai Bupati tersebut dijalankan bersama Dudung B. Supardi dan Dadan Koswara. Pada 23 April 2016, Dedi ditetapkan sebagai Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat untuk menggantikan Irianto MS Syafiuddin.
Kontroversi yang menyeret namanya, salah satunya tudingan musyrik. Sosoknya berpenampilan nyentrik dan terlihat menjalankan ritual aneh itu dinilai menjurus pada dunia klenik. Contohnya, adanya kereta kencana dan bau dupa di kantor bupati serta patung wayang.
Selain itu, Dedi juga membatasi warga masuk ke Taman Sri Baduga. Hal ini dilakukan setelah adanya pembangunan besar-besaran.
Kontributor : Annisa Fianni Sisma