Suara.com - Wacana electronic voting (e-voting) dan internet-voting (i-voting) atau sistem pemilu online terus menggema menyongsong tahun politik di Indonesia pada 2024 mendatang. Namun, wacana ini tampaknya belum akan terealisasi tahun depan. Alasan utama Indonesia belum gunakan sistem pemilu online adalah belum adanya regulasi yang jelas.
Padahal sistem ini telah diusulkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika sejak Maret 2022 tahun lalu. Sementara negara yang telah menerapkan e-voting dalam pemilu skala nasional ataupun lokal adalah Estonia dan Kanada.
Namun, sistem yang sama tampaknya belum akan diterapkan di Indonesia. Padahal, rencana e-voting dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) sempat bergulir pada Desember 2020 saat pandemi Covid-19.
Melansir JDIH KPU, wacana Pemilu dan Pilkada diselenggarakan secara e-voting saat ini menjadi kajian yang banyak dilakukan oleh pegiat demokrasi. Akan tetapi, gagasan agar pemilu di Indonesia menggunakan sistem e-voting masih sulit dilakukan dalam skala nasional. Berikut adalah beberapa alasan pemilu dengan sistem e-voting masih belum memungkinkan.
1. Infrastruktur Belum Siap
Infrastruktur e-voting menjadi salah satu kendala belum diberlakukannya pemilu online di Indonesia. Jika dalam pemilu konvensional Indonesia sudah mapan menyiapkan Tempat Pemungutan Suara (TPS), surat suara, dan kotak suara, maka sistem baru harus mengubahnya. Banyak negara yang telah menerapkan sistem e-voting terlebih dahulu menggunakan mesin pemilihan, sebagian yang lain memanfaatkan portal internet. Indonesia belum memiliki keduanya.
2. Kesiapan Biaya
Mengubah sistem pemilu berarti pula mengubah skema pembiayaan yang sebelumnya telah direncanakan. Kesiapan biaya untuk membangun sistem e-voting termasuk sistem keamanan digital di dalamnya dinilai belum mampu dilakukan di Indonesia.
3. Kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM)
Baca Juga: 13 Fakta Perjalanan Gugatan Sistem Pemilu Berujung Proporsional Terbuka
Masalah lain dalam pemilu online adalah sumber daya manusia (SDM). Selama ini, masyarakat terbiasa melakukan pemilu dengan cara konvensional. Jika sistem ini diubah, maka perlu ada pelatihan dan bimbingan baru agar partisipasi pemilih tetap tinggi. Di samping masyarakat, kesiapan juga dibutuhkan oleh petugas pemilu.