Suara.com - PDIP mengaku sudah menyusun strategi dengan tujuan memastikan bakal calon anggota legislatif (bacaleg) bisa bekerja sama dalam pemenangan sehingga tidak terjadi kanibalisme politik yang menjadi ancaman dari demokrasi liberalisme-kapitalisme.
PDIP ingin memastikan, seluruh bacaleg partainya akan mengikuti pendidikan berjenjang dalam menghadapi sistem proporsional terbuka usai adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Partai akan segera melakukan pendidikan politik. Untuk melakukan proses pendidikan politik yang akan diikuti bakal calon legislatif mulai dari DPR RI, DPRD Provinsi, maupun DPRD Kabupaten/Kota ini, akan kami lakukan begitu selesai atau menjelang selesai ditetapkannya daftar calon tetap," kata Ketua DPP Bidang Ideologi dan Kaderisasi PDIP Djarot Saiful Hidayat dalam konferensi persnya secara daring, Kamis (15/6/2023).
Ia menjelaskan, PDIP sebagai partai memiliki tanggung jawab untuk memastikan setiap anggota dewan terpilih paham dengan tugas-tugas kedewananan.
Baca Juga: Hasto PDIP Tuntut Pertanggungjawaban Denny Indrayana di Hadapan Publik Soal Putusan MK
Sementara di sisi lain, dalam pendidikan internal itu, PDIP akan memaparkan mekanisme tentang kampanye, turun ke bawah, menyapa rakyat, dan memecahkan persoalan-persoalan di akar rumput.
Djarot juga menekankan, bakal caleg memiliki keterikatan dalam Pilpres 2024 seperti yang sudah terjadi di Pemilu 2014 dan 2019.
Menurutnya, setiap bakal caleg punya tanggung jawab yang sama dengan pengurus partai dari anak ranting, ranting, DPC, DPD, hingga DPP mengampanyekan Ganjar Pranowo.
"Melalui sinergi, melalui kerja gotong royong ini saya yakin, ya, PDI Perjuangan, kami sangat siap, makanya kami selalu sampaikan bahwa apa pun sistem yang diputuskan oleh MK, PDI Perjuangan siap, baik itu terbuka, setengah terbuka, tertutup," tuturnya.
"Kenapa? Karena sejak awal Ibu Ketua Umum Ibu Mega, membangun Partai kita itu menjadi Partai yang sehat berbasis ideologi Pancasila yang intisarinya adalah gotong royong berbasis demokrasi secara terpimpin. Dengan cara seperti itu maka kami hindari betul terjadinya kanibalisme politik ini," sambungnya.
Baca Juga: Akhir Perjalanan Gugatan Sistem Pemilu, MK Ketok Palu Tetap Pakai Proporsional Terbuka
Ia mengatakan, praktik sistem proporsional terbuka mendorong setiap bakal caleg melakukan kanibalisme politik. PDIP, kata dia, sangat menghindari terjadinya praktik-praktik bahwa calon dari satu partai merebut pemilih di segmen yang sama.
Eks Gubernur DKI Jakarta itu menganggap suatu daerah pemilihan memiliki ceruk yang sangat luas, yang bisa dimasuki oleh bakal calon sesuai dengan kriteria dan dengan latar belakang masing-masing.
“Prinsip yang digunakan oleh kita tetap bersumber kepada ideologi Pancasila adalah dengan prinsip gotong royong. Artinya apa? Artinya sebetulnya vote gatters, peraup suara itu bukan hanya caleg, semua struktur partai bergerak. Mulai dari tingkat anak ranting, ranting, PAC, sampai tingkat ke atas itulah yang akan meraup suara,” katanya.
Putusan
Sebelumnya, MK menetapkan gugatan terhadap sistem pemilu proporsional terbuka ditolak. Hal tersebut disampaikan Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022.
“Menolak permohonan provisi para pemohon,” kata Anwar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2023).
Dengan begitu, sistem pemilu yang akan diberlakukan pada Pemilu 2024 tetap dilaksanakan dengan proporsional terbuka.
Mahkamah Konstitusi diketahui telah menerima permohonan uji materi atau judicial review terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Keenam orang yang menjadi Pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).
Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI pun menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS.