Suara.com - Partai politik jadi pihak yang paling rugi bahkan terguncang jika pemilu 2024 digelar secara proporsional tertutup. Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yanuar Prihatin, hal ini disebabkan minimnya dukungan dari sejumlah calon anggota legislatif (caleg) yang berada di posisi yang lebih rendah. Akibatnya, caleg mungkin akan memilih untuk diam atau mundur dari pertarungan.
"Jika Mahkamah Konstitusi (MK) memaksakan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024, parpol sebagai peserta pemilu akan menjadi pihak yang paling dirugikan. Ini adalah tanda bahaya bagi perjalanan demokrasi," ujar Yanuar, Rabu (7/6/2023).
Padahal, kata Yanuar, semangat seseorang untuk menjadi caleg antara lain disebabkan oleh adanya keadilan dalam sistem proporsional terbuka. Sistem ini memastikan bahwa caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak, bukan karena nomor urut.
"Kondisi seperti ini tentu sangat merugikan bagi partai," katanya dengan tegas.
Dalam waktu singkat, Yanuar mengatakan bahwa partai akan dipaksa untuk merancang strategi baru dalam memenangkan pemilu dengan sistem tertutup. Hal ini bukanlah masalah sepele bagi sebagian besar partai politik peserta pemilu.
Ia melihat bahwa mereka yang terus mendorong sistem proporsional tertutup sangat memahami situasi internal partai.
Inilah yang menjadi kekhawatiran karena partai tidak siap untuk bertarung dalam kontestasi politik. Oleh karena itu, mereka dengan mudah dapat mengendalikan situasi pemilu sesuai dengan skenario yang mereka inginkan.
Yanuar menyatakan bahwa pemaksaaan sistem proporsional tertutup mencerminkan pesimisme dan kurangnya kepercayaan diri mereka yang ingin mempertahankan kekuasaan untuk bertarung dalam sistem terbuka.
"Mereka ingin mengontrol situasi, tetapi dengan cara yang membahayakan demokrasi, mengembalikan demokrasi ke dalam kegelapan. Terlebih lagi, dengan melibatkan MK dalam urusan ini," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa sistem pemilu adalah bagian dari kewenangan pembuat undang-undang, yaitu DPR dan Pemerintah. Sikap delapan partai politik yang ada di DPR sangat jelas, yaitu menolak sistem proporsional tertutup.
"Mungkin kondisi ini juga yang mendorong MK harus terlibat dalam dunia politik sebagai jalan pintas untuk menyerang inti partai," ucap Yanuar.
Pada akhirnya, katanya, MK akan diuji dalam kecerdasan dan kebijaksanaan politiknya. Padahal, ini bukanlah perdebatan akademik tentang konsep sistem pemilu, melainkan permainan politik yang berbahaya.
"Jika MK dapat keluar dari pusaran politik yang gegabah ini, MK akan dicatat dalam sejarah sebagai penyelamat demokrasi. Kita tunggu saja keputusan MK nanti," katanya.