Suara.com - Potensi chaos politik dalam Pemilu 2024 jadi perdebatan dua mantan Presiden Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Hal ini bermula dari SBY yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang mengomentari soal pergantian sistem pemilu proporsional tertutup yang hendak diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Megawati yang juga Ketua Umum PDIP merespon soal adanya chaos politik tersebut dengan pernyataan menohok.
Simak penjelasan tentang pernyataan Megawati vs soal chaos politik jika MK bakal memutuskan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup alias coblos partai berikut ini.
Baca Juga: Menilik Kemungkinan Duet Anies dan AHY Usai Pertemuan di Pacitan
Komentar Megawati soal chaos politik
Megawati ikut menanggapi isu chaos atau kekacauan politik jika Pemilu sistem proporsional terbuka diubah menjadi sistem proporsional tertutup. Dia mengaku heran dengan pernyataan-pernyataan seperti itu.
"Kalau ada yang sampai mengatakan (chaos), buat saya big question maunya apa?" tanya Megawati pada Jumat (2/6/2023).
Megawati mengingatkan agar semua pihak harusnya tak melihat politik sebagai barang baru karena Indonesia telah menggelar pemilu sejak tahun 1955.
Oleh karenanya, dia merasa heran ada pihak yang menyebut ada kekacauan politik padahal hasil survei menunjukkan kepercayaan pada pemerintahan Presiden Jokowi masih tinggi.
Baca Juga: Miliki Hubungan Dekat Dengan Erick Thohir, PAN Ingin Pasangkan Dengan Ganjar
"Kalau rakyat dilihat dari survei kepuasan pada pemerintahan Pak Jokowi kan tinggi. Artinya sangat positif menerima perjalanan Republik Indonesia ini," ujar Megawati.
Pernyataan SBY soal chaos politik
Masalah chaos politik yang direspons Megawati itu berawal ketika SBY merespons pernyataan Ahli Hukum Tata Negara Denny Indrayana. Di situ Denny Indrayana mengaku dapat informasi bahwa MK akan mengabulkan gugatan, serta memutuskan sistem pemilu berubah proporsional tertutup alias coblos partai.
SBY lewat akun Twitter kemudian menyampaikan 3 poin yang jadi keresahannya soal keputusan MK itu. Pertama menurut SBY, apakah MK memiliki urgensi sehingga mengganti sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup.
"Apa ada kegentingan dan kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai? Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan pada KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan chaos politik," ujar SBY.
SBY lalu menyangsikan soal UU Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dengan konstitusi. Sebab sesuai konstitusi, wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi, bukan menetapkan UU mana yang paling tepat.
"Kalau MK tidak memiliki argumentasi kuat sistem pemilu terbuka bertentangan dengan konstitusi sehingga harus diganti jadi tertutup, mayoritas rakyat sulit menerima," kata SBY.
SBY meyakini penetapan UU sistem pemilu berada di tangan Presiden Jokowi dan segenap partai parlemen di DPR, bukan di tangan MK. SBY pun mendorong Presiden dan DPR untuk bersuara tentang hal itu, apalagi mayoritas partai politik telah menyatakan sikap menolak sistem proporsional tertutup.
Selain itu SBY meyakini apa yang disampaikan Denny Indrayana adalah sinyal untuk KPU dan Parpol untuk bersiap mengelola 'krisis' ini. Ia juga meminta pemerintah mendengarkan suara rakyat, di mana rakyat menginginkan Pemilu dengan sistem proporsional terbuka.
Kontributor : Trias Rohmadoni