Polemik Sistem Pemilu di Indonesia Tertutup atau Terbuka, Semua di Tangan MK

Farah Nabilla Suara.Com
Kamis, 01 Juni 2023 | 14:10 WIB
Polemik Sistem Pemilu di Indonesia Tertutup atau Terbuka, Semua di Tangan MK
Ilustrasi pemilu. (Suara.com/Ema Rohimah)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Konflik yang terjadi akibat pernyataan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana soal isu Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera memutuskan sistem pemilu tahun 2024 mendatang semakin memanas.

Sebelumnya, Denny sempat mengungkap cuitannya lewat Twitter pribadinya @dennyindrayana99 yang menyatakan bahwa ia mendapatkan kabar MK akan memutuskan Indonesia menganut sistem proporsional tertutup.

Hal ini pun menimbulkan polemik selayaknya di tahun 2008 lalu saat MK memutuskan pemilu di Indonesia menganut sistem proporsional terbuka untuk pertama kalinya. Berbagai pihak, terutama para kader partai pun menunjukkan respon mereka atas isu ini.

Polemik sistem pemilu di Indonesia jelas sudah menjadi permasalahan yang tak kunjung usai sejak pemerintahan sebelumnya. Setelah tumbangnya Orde Baru, sistem pemilu di Indonesia pun masih berubah-berubah hingga menyebabkan munculnya standar ganda.

Baca Juga: Sambut Pemilu 2024, Seruan Jokowi ke Masyarakat: Tolak Ekstremisme, Politisasi Identitas dan Agama!

Perubahan dengan standar ganda ini pun bermula pada Pemilu tahun 2004 saat munculnya UU No. 12 Tahun 2003, dimana sistem pemilu yang digunakan adalah sistem proporsional terbuka relatif tertutup.

Sistem ini memberikan kesempatan kepada kader partai untuk menjadi legislatif apabila mereka berhasil mendapatkan suara sejumlah kuota dari satu kursi yang disebut bilangan pembagi pemilih (BPP). Hal ini memberikan pertanyaan besar apakah pemilu dengan sistem proporsional terbuka maupun tertutup tidak ada bedanya.

Pemilu dengan sistem ini tentu menimbulkan pertentangan karena tak sesuai dengan sistem pemilihan sebelum sebelumnya. Hal ini pun terus berlanjut hingga di tahun 2008, polemik sistem pemilu ini mencuat dan menyebabkan MK mengkaji kembali sistem pemilu tertutup yang diterapkan.

Bagi mereka yang tidak setuju dengan sistem pemilu ini, akhirnya mengajukan gugatan demi mendorong MK agar mengganti sistem proporsional tertutup menjadi terbuka. Pihak Demokrat, Hanura, PAN, dan Golkar akhirnya sepakat menolak sistem proporsional tertutup. Hal yang mendasari para kader 4 partai ini untuk menggugat adalah Pasal 214 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, dimana tertera bahwa anggota DPR RI dengan suara terbanyak tidak serta merta bisa menduduki kursi DPR RI. 

Setelah digugat oleh 4 partai besar ini, peran MK sebagai pihak yang memutuskan apakah sistem ini bisa dilanjutkan atau diganti menjadi sistem proporsional terbuka. Para kader partai pun kebanyakan memilih sistem proposional terbuka karena berkaitan dengan asas pemilu yaitu "LUBER JURDIL". Sejak tahun 2009, keputusan MK pun membuat pemilu di Indonesia hingga kini masih menganut sistem proporsional terbuka.

Baca Juga: Golkar di Pemilu 2024 Target Bentuk Fraksi Sendiri di DPRD Kota Semarang

Kontributor : Dea Nabila

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI