Dinilai Pas Jadi Cawapres Ganjar Pranowo, Ini Deretan Kontroversi Moeldoko

Ruth Meliana Suara.Com
Senin, 15 Mei 2023 | 15:06 WIB
Dinilai Pas Jadi Cawapres Ganjar Pranowo, Ini Deretan Kontroversi Moeldoko
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat menerima audiensi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) di gedung Bina Graha Jakarta, Kamis (3/11/2022). (KSP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sosok Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko didukung untuk maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Namanya tiba-tiba muncul di gelaran Musyawarah Rakyat (Musra) relawan Jokowi di Istora Senayan Jakarta, pada Minggu (14/5/2023).

Meski merupakan hajat relawan Jokowi, sebanyak 3 ribu relawan Moeldoko dari berbagai daerah juga menghadiri acara tersebut.

Ketua Aliansi Simpatisan Moeldoko, Richard, mantan Panglima TNI tersebut sangat tepat jika disandingkan dengan Ganjar Pranowo sebagai calon wakilpresiden.

Baca Juga: Jejak Kontroversi PA 212 dari Masa ke Masa: Dulu Tolak Miyabi, Kini Coldplay

Salah satunya, menurut Richard, sosok Moeldoko sesuai dengan kriterian pemimpin nasional yang sebelumnya disampaikan oleh Jokowi. Selain itu, Moeldoko juga dinilai cerdas dan punya pengalaman mumpuni mengelola potensi negara.

Meski begitu, sosok Moeldoko tidak lepas dari sejumlah kontroversi yang pernah dibuatnya. Apa saja kontroversi itu? Simak ulasan berikut ini.

Menyatakan siap maju di Pilpres 2024

Terkait dengan Pilpres 2024, pada November 2022 lalu, Moeldoko pernah menyatakan kalau dirinya siap maju di Pilpres 2024. Pernyataan itu ia buat ketika menghadiri Tabligh Akbar di Goa Sunyaragi, Depok pada 9 November 2022.

Meski belum ada dukungan dari partai politik manapun, dukungan publik terhadap sosok Moeldoko mulai bermunculan.

Baca Juga: Kontroversi Habib Bahar Smith Sebelum Mengalami Penembakan OTK

Namanya pernah masuk dalam kandidat capres dan cawapres pada Musyawarah Rakyat IV Palembang, Sumsel pada 29 Oktober 2022.

Pakai jam tagan seharga Rp 1 miliar?

Sosok Moeldoko pernah jadi perhatian salah satu media asal Singapura pada 2014 lalu. Ketika itu, media di Negeri Singa memberitakan Moledoko memakai jam tangan yang harganyanya diperkirakan mencapai Rp 1 miliar.

Munculnya berita itu lalu ditanggapi keras oleh mantan Panglima TNI itu. Ia sempat naik pitam dan membantah berita tersebut.

Ia menyatakan jam tangan yang dipakainya itu adalah barang tiruan yang ia beli seharga Rp 4,7 juta.

Jadi KSAD hanya tiga bulan

Ketika berkarier di militer, Moeldoko pernah mencetak rekor sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tersingkat dalam sejarah militer.

Hal itu terjadi ketika ia diangkat menjadi KSAD pada 20 Mei 2013. Namun pada 30 Agustus 2013, Presiden SBY melantiknya menjadi Panglima TNI.

Salahkan Tuhan atas kebakaran hutan

Pada 2019 lalu, Moeldoko pernah melontarkan pernyataan yang cukup kontroversial melalui akun Twitternya.

Ketika itu bencana kebakaran hutan tengah marak terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Moeldoko lantas berkicau mengenai hal tersebut dan seakan menyalahkan Tuhan atas peristiwa itu.

"Segala musibah datangnya dari Allah SWT. Musibah bisa datang kapan saja, kepada siapa saja, dan di mana saja. Termasuk musibah yang menimpa Pekanbaru, Riau, yang sedang terjadi juga datangnya pun dari Allah SWT," cuit Moeldoko dalam akun Twitternya.

Sontak saja, pro dan kontra merebak. Tak sedikit warganet yang mengecam pernyataan Moeldoko tersebut.

Anggap orang asing lebih hebat

Masih melalui akun Twitternya, kicauan Moeldoko juga pernah memicu kontroversi ketika ia menyatakan kalau orang asing lebih superior dari masyarakat Indonesia.

Terkait hal itu, ia mengatakan bahwa Indonesia perlu meninggalkan mental sebagai bangsa terjajah dan beralih ke mental sebagai penjajah.

Dianggap ingin kudeta Partai Demokrat

Pada 2021 lalu, Moeldoko menuai kontroversi melalui manuver politiknya yang dianggap ingin mengkudeta Partai Demokrat dari Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Ketika itu Moeldoko terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat melalui Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang.

KLB tersebut menjadi kontroversi karena dianggap ingin melengserkan AHY yang tengah menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Namun akhirnya hasil KLB Moeldoko itu tidak diakui oleh pemerintah.

Kontributor : Damayanti Kahyangan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI