Suara.com - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra mengaku sependapat dengan poin-poin pidato Presiden Jokowi dalam acara Musra Relawan Jokowi di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (14/5) kemarin. Terutama soal pemimpin yang cerdas, tegas dan berani membela kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
"Memang kita memerlukan pemimpin yang cerdas, tegas dan berani membela kepentingan rakyat, bangsa dan negara di tengah tantangan yang makin besar di masa depan," kata Yusril kepada wartawan, Senin (15/5/2023).
Yusril menilai, pemimpin memang harus benar-benar paham falsafah bernegara, konstitusi, hukum, potensi, tantangan dan peluang yang dimiliki. Sebab Indonesia memang bangsa yang besar, kaya sumber daya alam dan sumber daya manusia.
"Yang kurang pada bangsa kita adalah pemimpin yang cerdas dan berani serta mempunyai kepekaan hati nurani melihat dan memandang kelemahan-kelemahan kita," tuturnya.
Baca Juga: Jadi Cawapres Hasil Musra Relawan Jokowi, Moeldoko: Kalau Diberi Kesempatan, Gas!
Kelemahan utama bangsa kita, menurut Yusril, terletak pada sikap mental yang merasa rendah diri, rendah kesadaran moral dan rendahnya kepatuhan terhadap hukum. Ia menilai, pemimpin harus mengambil langlah tegas mengatasi hal ini.
Sementara itu, menyinggung seringnya Indonesia kalah dalam menghadapi berbagai gugatan di forum internasional, Yusril mengatakan, penyebabnya adalah lemahnya posisi Indonesia dalam berbagai perjanjian internasional yang dibuat oleh Indonesia sendiri.
"Argumentasi hukum kita kurang canggih dalam menangani sebagai tekanan dan gugatan dalam perjanjian bilateral dan multilateral yang membuat kita sering terpojok dan dikalahkan," ujarnya.
Perdebatan hukum di forum internasional, menurut Yusril, harus didukung langkah diplomasi yang sistematis dan pembentukan opini. Menurutnya, Indonesia harus banyak belajar dan kekurangan dan kesalahan di masa lalu dan masa sekarang.
"Intinya, selama ini kita kurang memperhatikan hal-hal yang terkait dengan hukum. Akibatnya kita mengalami kekalahan dalam berbagai sengketa di forum internasional," katanya.
Baca Juga: Rekam Jejak Moeldoko, Mendadak Riuh Didukung Jadi Cawapres Ganjar Pranowo
"Di dalam negeri, kita sulit maju dan melangkah menjadi negara maju karena hukum kita berantakan. Norma hukumnya kacau, penegakannya amburadul. Maka korupsi merajalela, ketidak-adilan terjadi di mana-mana. Dalam satu dekade terakhir ini, pembangunan hukum kita makin lemah. Hal ini merupakan faktor penting terhambatnya kemajuan di bidang ekonomi dan pemerataan pembangunan," sambungnya.
Pemimpin seperti di atas, menurut Yusril, adalah pemimpin yang mumpuni dalam arti mempunyai ilmu dan ditempa oleh pengalaman dalam membangun dan memecahkan persoalan-persoalan besar bangsa ini.
"Pemimpin seperti itu tidak akan lahir karena garapan media sosial dan pencitraan serta berbagai survei yang terkadang justru menyesatkan rakyat sendiri," pungkasnya.
Pidato Jokowi
Presiden Jokowi sebelumnya, mengatakan bahwa kriteria pemimpin Indonesia pada masa depan harus merupakan sosok yang dekat dengan rakyat dan pemberani.
Menurut Jokowi, rakyat membutuhkan sosok pemimpin yang memahami hati rakyat hingga mau bekerja keras demi rakyat.
"Rakyat kita, rakyat Indonesia butuh pemimpin yang tepat, butuh pemimpin yang benar, yang dekat dengan rakyat, yang paham hati rakyat, yang tahu kebutuhan rakyat, yang mau bekerja keras untuk rakyat. Itu yang dibutuhkan, dan pemberani, yang berani, pemberani demi rakyat," kata Presiden Jokowi di Jakarta pada Minggu (14/5/2023).
Pernyataan itu disampaikan Jokowi dalam acara Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia di Istora Senayan, Jakarta.
Ketua Panitia Musra Indonesia Panel Barus menyerahkan hasil Musra, yakni tiga nama calon presiden untuk Pemilu 2024 berasarkan hasil penyaringan dari sejumlah organisasi relawan.
"Rakyat butuh pemimpin yang paham, yang ngerti bagaimana memajukan negara ini, karena pemimpin itu harus paham dan tahu potensi serta kekuatan negara ini, kekuatan bangsa ini apa," lanjut Jokowi.
Terlebih, Indonesia merupakan negara besar dengan jumlah penduduk sekitar 280 juta orang.
"Dia (pemimpin Indonesia) harus ngerti, dia harus tahu dan pemimpin itu harus tahu dan paham bagaimana memajukan negara ini dari sisi mana, dan mampu memanfaatkan peluang yg ada, bukan hanya duduk di sana dan rutinitas, bukan hanya duduk di sana dan tanda tangan, bukan itu," jelas Jokowi.
Jokowi menyatakan bahwa pemimpin Indonesia harus tahu cara membangun strategi negara, ekonomi, politik karena indonesia berhadapan dan bersaing dengan negara-negara lain.
"Begitu kita keliru memilih pemimpin yang tepat untuk 13 tahun ke depan, hilanglah kesempatan untuk menjadi negara maju. Hati-hati mengenai ini, hati-hati. Sejarah di Amerika Latin tahun 1950-an, tahun 1960-an, tahun 1970-an, mereka sudah berada di posisi negara berkembang, sudah masuk ke middle income tetapi sudah 50-60 tahun (berlalu), mereka tetap menjadi negara berkembang. Karena apa? Tidak bisa memanfaatkan peluang yang ada saat itu dan mengejarnya lagi sudah tidak ada kesempatan lagi," jelas Presiden.
Presiden Jokowi pun mengingatkan agar pemimpin selanjutnya dapat memanfaatkan bonus demografi Indonesia dan status Indonesia yang saat ini sudah menjadi negara berkembang agar dapat menjadi negara maju.