Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut politik uang berpotensi tinggi terjadi di Provinsi Jawa Timur (Jatim) pada Pemilu 2024 mendatang.
Pernyataan itu diungkapkan Komisioner Komnas HAM Saurlin Siagian dalam laporan Pengamatan Situasi Pemenuhan Hak Konstitusional Kelompok Rentan Marginal Pada Pemilu dan Pilkada Seretak 2024 yang dikumpulkan sejak bulan April sampai Mei 2023.
"Jawa Timur rentan terjadi politik uang," kata Saurlin di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (12/5/2023).
Ada beberapa indikator yang menyebabkan Komnas HAM menilai politik uang berpotensi terjadi di wilayah tersebut.
Baca Juga: Komnas HAM Sebut Kelompok LGBT Rentan Dipolitisasi Saat Pemilu 2024
Salah satunya, karena Jatim merupakan salah satu provinsi dengan kawasan industri terbanyak.
Ia juga menyebut banyak warga Jatim yang tidak tinggal sesuai dengan alamat KTP-nya, sehingga para kandidat peserta pemilu bisa memanfaatkan kondisi tersebut.
Menurut Saurlin di Jawa Timur, ada 65 ribu perusahaan dengan pekerja kurang lebih 3,95 juta jiwa. Namun, perusahaan itu tersentralisasi di beberapa wilayah.
Saurlin menyampaikan, untuk bisa ikut memilih, warga yang bekerja jauh dari tempat tinggalnya harus memakan biaya yang lumayan.
Alhasil, para kandidat banyak yang berlomba-lomba untuk memobilisasi mereka.
Baca Juga: Bawaslu Ngaku Bakal Telusuri Dugaan Politik Uang Kader PDIP di Masjid, Warganet: Emang Berani?
"Asosiasi pekerja yang kami jumpai, jadinya dimobilisasi yang punya uang. Kompleks kompleks industri itu, siapa yang mobilisasi tentu kita tau arahnya siapa," ujarnya.
"Potensinya di situ. Genuine pemilihnya jadi menurun dong, karena ada yang mengarahkan, ada yang bayarin bus, perjalannya menuju rumahnya TPS nya sampai balik lagi sehigga memengaruhi pilihan pilihan dari pekerja," katanya.
Selain di Jatim, Komnas HAM juga menemukan politik uang terjadi di wilayah Kalimantan Barat (Kalbar) yang berbatasan dengan Malaysia berpotensi tinggi pada Pemilu 2024 mendatang.
Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah menyebut wilayah yang harus diperhatikan terutama Entikong, Kalbar yang berbatasan dengan daerah Kuching, Malaysia.
"Kalbar itu praktek politik uangnya adalah praktek jual beli suara dan transaksi politik di wilayah perbatasan, jadi di antara Entikong dan Kuching," kata Anis.
Anis mengatakan, pada Pemilu 2019, politik uang banyak terdeteksi di wilayah-wilayah tersebut. Hal itu menjadi gambaran untuk antisipasi pada Pemilu mendatang.
"Jadi transaksi itu terjadi berbasis pada pengalaman pada pemilu sebelumnya," ucapnya.
Menurut Anis, alasan potensi politik uang tinggi di wilayah perbatasan karena pengawasannya yang minim.
Oleh sebab itu, pihaknya akan memberikan beberapa rekomendasi dari hasil pemantauan Komnas HAM kepada pihak-pihak terkait, terutama KPU dan Bawaslu.
"Praktik jual beli suara di perbatasan ini kan perlu kami sampaikan karena di wilayah perbatasan itu pengawasannya sangat minimalis," katanya.