Suara.com - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, menegaskan, bahwa pembicaraan antara ketua umum partai politik dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka beberapa waktu lalu, tidak membahas soal politik praktis.
Hal itu disampaikan Hasto merespons tuduhan yang ditujukan kepada Presiden Jokowi terkait dugaan tidak netral dalam pemilu 2024. Salah satunya kritik soal Presiden Jokowi yang mengumpulkan ketua umum partai politik di Istana Merdeka untuk konsolidasi Pilpres 2024.
"Kan kita tidak berbicara tentang tokoh-tokoh (bakal capres-cawapres), kita tidak berbicara tentang politik praktis,” kata Hasto ditemui di SUGBK, Senayan, Jakarta, Senin (8/5/2023).
Hasto menyampaikan, dalam pertemuan tersebut, membahas tentang kebijakan yang berkesinambungan soal menghadapi tantangan bangsa ke depan. Menurutnya, hal itu dinilai wajar agar pemimpin masa depan mampu mewujudkan visi ke depan.
"Sehingga dengan adanya kesepahaman itu dapat dibangun suatu dialog-dialog antar pimpinan partai politik. Sehingga di situ tidak dikerucutkan (soal nama bakal capres-cawapres) di istana,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan, partainya memiliki banyak pengalaman dalam menempatkan sesuatu baik urusan politik praktis, maupun urusan terkait dengan kepentingan membangun bangsa dan negara. Hal itu juga menurutnya sudah menjadi sikap Presiden Jokowi.
Untuk itu, kata dia, yang dibahas di dalam pertemuan di istana adalah mengenai isu-isu kebangsaan yang menyangkut masa depan bangsa serta negara.
"Berbicara dengan demografi, bonus demografi, bagaimana ini memberikan suatu leverage dalam kemajuan Indonesia ke depan, itu kan merupakan suatu pembicaraan terkait dengan kepentingan negara," tuturnya.
"Tidak ada berbicara tentang orang per orang, yang terkait dengan pemenangan Pemilu 2024,” sambungnya.
Baca Juga: Mega, Jokowi, Hingga Ganjar akan Sampaikan Pidato Politik di Puncak Perayaan Bulan Bung Karno di GBK
Pernyataan Demokrat
Sebelumnya, Koordinator Juru Bicara DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, membantah jika Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah juga mengumpulkan partai-partai politik koalisi pemerintah di Istana untuk membahas koalisi.
Pernyataan itu menanggapi pernyataan eks Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang menyebut beberapa kali SBY pernah mengadakan pertemuan yang sama seperti halnya yang dilakukan Presiden Jokowi.
"Pak SBY setahu kami tidak pernah mengumpulkan parpol pendukung di Istana buat bentuk koalisi pilpres. Apalagi bahas-bahas strategi pemenangan koalisi untuk pilpres," kata Herzaky kepada wartawan, Senin (8/5/2023).
Ia mengatakan, memang SBY pernah mengumpulkan para pimpinan parpol, namun hal yang jadi pembahasan yakni bagaimana mengawal kebijakan dan program pro rakyat yang diputuskan pemerintahan SBY agar diterima di parlemen dan dapat dirasakan betul manfaatnya di masyarakat.
"Agar bantuan benar-benar sampai ke rakyat, bukan bantuannya diambil kembali setelah Presiden meninggalkan lokasi acara," tuturnya.
"Sedangkan Pak Joko Widodo sendiri mengakui, pertemuan 6 ketum parpol minggu lalu di Istana buat bahas-bahas strategi Koalisi Pilpres 2024. Makanya ada satu parpol pemerintah yang tidak diajak kumpul karena memilih beda koalisi untuk 2024," sambungnya.
Ia pun mewanti-wanti Jokowi, agar menggunakan waktu dan tempat yang tepat untuk mengumpulkan para pimpinan partai politik.
"Kalau ada aspirasi politik pribadi, gunakan waktu dan tempat yang tepat. Di kantor partainya mungkin, atau di kediaman pribadi di luar istana. Ada etika yang seharusnya dipahami dan dijaga betul oleh presiden Joko Widodo," tuturnya.
Di sisi lain, Herzaky mengatakan, Demokrat berharap waktu yang tersisa ini bisa digunakan Presiden untuk fokus membantu kesulitan rakyat. Bagaimana agar kebijakan pemerintahan saat ini benar-benar bermanfaat untuk mengurangi kesulitan rakyat.
"Janganlah menterinya sudah banyak yang tidak fokus, cari dukungan sana-sini buat bisa nyapres, lalu presidennya juga malah sibuk memelototi angka-angka survei elektabilitas, bukannya memikirkan cara dan memelototi angka-angka kemiskinan, pengangguran, harga bahan pokok agar bisa turun," pungkasnya.