Suara.com - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak salah mengumpulkan enam ketua umum partai politik pendukung pemerintah di Istana beberapa waktu lalu.
Hal itu disampaikan Hasto menanggapi pernyataan beberapa pihak yang menganggap Jokowi terlalu cawe-cawe untuk urusan pencapresan sampai harus mengadakan pertemuan di Istana Merdeka.
"Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi ini sebagai suatu proses dialog yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip demokratis, mengingat rakyat, lah, yang menjadi pemegang kedaulatan tertinggi," kata Hasto ditemui di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Senin (8/5/2023).
Hasto menyampaikan bahwa Jokowi sebenarnya berdialog soal tantangan bangsa ke depan dalam pertemuannya dengan enam ketum parpol dan pembicaraan hal itu tidak dilarang dalam negara demokratis.
Baca Juga: Minta Keadilan ke Jokowi, Dua Ibu-ibu Mencoba Terobos Istana Merdeka!
"Jadi, yang disampaikan Presiden Jokowi pada pertemuan dengan enam ketua umum partai politik itu menyampaikan suatu tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa ini ke depan dan kemudian juga bagaimana tantangan dari aspek demografi, tantangan dari pertarungan hegemoni, bagaimana dengan pencapaian yang telah dilakukan oleh Bapak Presiden Jokowi," tuturnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, Jokowi sama sekali tidak menyinggung tentang politik praktis saat bertemu enam ketum parpol, termasuk upaya pemaksaan berkaitan pencapresan.
"Bukan upaya dalam tanda petik suatu pemaksaan konsolidasi partai politik yang menyampaikan gambaran tantangan, sehingga ini menciptakan suatu gambaran dari ketua umum partai politik terhadap apa tantangan yang dihadapi bangsa ini ke depan," tuturnya.
"Dan bagaimana apa yang sudah dicapai Presiden Jokowi dapat berkesinambungan ke depan, sehingga tidak ada suatu intervensi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi," sambungnya.
Pernyataan JK
Baca Juga: Cak Imin Pantas Jadi Capres atau Cawapres? Ini Rasionalisasinya!
Sebelumnya, Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla atau JK meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengikuti sikap presiden terdahulu yang menurutnya tidak terlibat terlalu jauh dalam politik jelang pemilu. Dia mencontohkan seperti Presiden ke-5 Megawati Soekarno Putri dan Presiden ke-10 dan 11 Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.
"Menurut saya, presiden itu seharusnya seperti Bu Mega dulu, SBY, begitu akan berakhir. Maka tidak terlalu melibatkan diri dalam suka atau tidak suka, dalam perpolitikan itu. Supaya lebih demokratis-lah," kata JK di kediamannya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (6/5/2023) malam.
Pernyataan itu disampaikan JK, menyusul NasDem yang tidak diundang dalam pertemuan partai-partai koalisi pemerintah di Istana Negara beberapa waktu lalu.
Menurut JK, mengingat NasDem adalah koalisi pemerintahan Jokowi, seharusnya diundang, apalagi jika pertemuan itu membahas persoalan pembangunan. Karenanya, dia menilai pertemuan itu erat kaitannya dengan politik jelang pemilu.
"Kalau pertemuan itu membicarakan karena di Istana ya, membicarakan tentang urusan pembangunan itu wajar, tapi kalau berbicara pembangunan saja, mestinya Nasdem di undang kan, tapi berarti ada pembicaraan politik, menurut saya," kata JK.
Sebelumnya, Ketua Bidang Media dan Komunikasi Publik DPP Partai NasDem Charles Meikyansah mengkonfirmasi, NasDem tidak mendapat undangan terkait pertemuan antara Presiden Jokowi dengan enam ketua umum partai politik di Istana, Selasa malam.
Rencana perpanjangan rute Transpakuan itu dibahas oleh Wali Kota Bogor Bima Arya dan penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dalam pertemuan di Balai Kota DKI Jakarta pada Kamis (4/5/2023) siang.
"Kami sudah berdiskusi jika ada kepadatan (lalu lintas) di Bogor, maka akan difasilitasi untuk bisa masuk ke Jakarta menggunakan Bus Transjakarta," kata Heru kepada wartawan di Pendopo Balai Kota DKI.
Dalam hal ini, PT Transjakarta bakal berdiskusi untuk pembahasan lebih lanjut dengan Perumda Transpakuan milik BUMD Pemkot Bogor.
Rencana penambahan rute itu diharapkan dapat meningkatkan konektivitas Jakarta dan Bogor. Mengingat kapasitas moda transportasi seperti kereta komuter masih terbatas dan masih banyak masyarakat yang menggunakan Tol Jagorawi.