Suara.com - Calon presiden yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo diprediksi bisa duet (berpasangan) atau duel (lawan) Prabowo Subianto dalam Pemilu Presiden 2024.
"Kemungkinan bisa terjadi duet Ganjar dengan Prabowo karena Presiden Joko Widodo di hari Lebaran di Solo menyebut nama Prabowo bisa saja menjadi cawapres Ganjar, tentu jika Prabowo rela downgrade dirinya jadi wapresnya Ganjar," kata pengamat politik Universitas Jember Dr Muhammad Iqbal, Senin (24/4/2023).
Meski begitu, tidak menutup kemungkinan Ganjar akan berhadapan dengan Prabowo akibat realitas politik dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang akhirnya memutuskan Ganjar sebagai capres yang diusung PDIP, padahal Presiden Jokowi lebih sreg menyebut Prabowo sebagai presiden penerusnya.
Selain itu, lanjut dia, posisi duel atau duetnya Ganjar dan Prabowo juga ditentukan oleh apakah laju elektoral Anies Baswedan makin tak terbendung atau kian merosot jelang Pemilu 2024.
Baca Juga: Mendadak Komisaris PSIS Semarang, Junianto Kehilangan Dukungan Netizen Gara-gara Hal Ini
"Jika pada momentum bulan-bulan menjelang pendaftaran capres pada 19 Oktober 2023, elektabilitas Anies makin menguat dan terus mengancam posisi capres PDIP dan Gerindra itu, maka sangat mungkin terjadi duet Ganjar-Prabowo melawan Anies," kata dia.
Namun, sebaliknya, jika elektabilitas Anies kian merosot dan dianggap bukan lagi ancaman, maka kontestasi pilpres akan diwarnai 'drama' duel Ganjar dan Prabowo.
"Kalau saya membaca, apapun arah duet atau duel antara Ganjar dan Prabowo di Pilpres 2024 itu sejatinya tidak ditujukan untuk membangun kematangan esensi demokrasi, tapi lebih condong pada politik transaksional untuk semata meraih jabatan kekuasaan atau mengamankan pembangunan proyek strategis nasional Presiden Jokowi," ujar dia, dikutip dari Antara.
Pengamat komunikasi politik itu menyebut, indikator esensi demokrasi adalah untuk menciptakan keadilan sosial dan supremasi penegakan hukum.
Selain itu juga terbentuknya proses check and balances melalui kekuatan oposisi di parlemen, menguatnya pelembagaan antikorupsi dan pelindungan pada keadilan HAM, lingkungan dan kebebasan kritik masyarakat sipil.
Baca Juga: Adu Followers Anies vs Prabowo vs Ganjar di Medsos, Siapa Terpopuler?
"Dua periode pemerintahan Jokowi terbukti oleh sejumlah laporan lembaga nasional dan internasional, mengalami kemerosotan indeks pada sejumlah indikator tersebut," ujar dia.
Seperti masifnya persekusi, kriminalisasi dan ketidakadilan penegakan hukum serta maraknya pembungkaman kritik dari masyarakat.
Parahnya lagi, nyaris tidak terjadi kekuatan oposisi parlemen setelah Jokowi membentuk koalisi besar partai politik di parlemen dengan menawarkan posisi kekuasaan di kabinet pemerintahan.
"Maka, arah duet atau duel antara Ganjar dan Prabowo sejatinya hanyalah strategi transaksional politik untuk melanggengkan status quo," ucap pengajar ilmu Hubungan Internasional FISIP Unej itu.
Ia lantas menyinggung tesis ilmuwan politik Universitas Harvard, Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt menjadi penting menandai lonceng kematian demokrasi Indonesia karena para elit politik kekuasaan secara perlahan merobohkan sendi, esensi dan proses demokrasi untuk melanggengkan kekuasaan mereka.