Suara.com - Ketua DPP Partai Golkar Dave Akbarshah Fikarno Laksono, menolak jika Golkar disebut bakal tenggelam jika bergabung dalam koalisi besar di Pilpres 2024.
Dave menilai, jika ada yang berpandangan Golkar akan meredup dalam koalisi besar, justru tak mengerti dengan ideologi partai Golkar.
"Itu kan pandangan dari luar tanpa benar-benar memahami dinamika dan ideologi partai Golkar," kata Dave saat dihubungi, Sabtu (15/4/2023).
Dave mengatakan, Golkar tidak akan mengedepankan kepentingan politik semata dalam menjajaki koalisi.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Presiden RI Berbahaya Ketimbang Prabowo Subianto versi Partai Ummat
"Kami berpikir panjang ke depan, bukan hanya kepentingan sesaat aja," ungkapnya.
Dave menuturkan, Golkar masih turut serta menjajaki pembentukan koalisi besar. Menurutnya, semua pihak akan terlihat perannya dalam membentuk koalisi tersebut.
"Masih terus kami rancang dan matangkan, nanti diujung akan terlihat keterlibatan semua pihak," katanya.
Dinilai Bakal Tenggelam
Sebelumnya, pengamat [olitik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, menilai Golkar justru seperti ditenggelamkan dengan Koalisi Besar untuk Pilpres 2024. Pasalnya kekinian Golkar seperti masih berat hati dengan Koalisi Besar.
Baca Juga: Punya Tokoh Berpotensi Menang Pemilu, Pengamat: Koalisi Besar Sesuatu yang Nyata
"Saya lihat kalau Golkar agak ogah-ogahan dengan koalisi ini. Saya bisa memahaminya karena Koalisi Besar ini justru seperti meneggelamkan Golkar sebetulnya," kata Ray dalam diskusi bertajuk 'Koalisi Besar Untuk Siapa?' yang digelar di Kawasan Jakarta Selatan, Jumat (14/4).
Menurutnya, posisi Golkar di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) kekinian sudah memimpin sehingga miliki daya tawar kuat. Namun kalau Golkar merapat ke Koalisi Besar justru tak akan jadi magnet politik.
Magnet politik dalam Koalisi Besar, kata dia, justru dipegang oleh Gerindra telebih Prabowo Subianto sebagai ketua umum partainya.
"Tapi kalau mereka masuk koalisi besar ini, Golkar tidak lagi jadi magnet. Magnet itu Gerindra atau Prabowo. Setidaknya satu minggu kan isunya berpindah dari Golkar ke Gerindra atau Prabowo," tuturnya.
Apalagi, kata Ray, sebelumnya Golkar punya daya tarik lantaran Airlangga sebagai ketua umumnya kerap dikunjungi para ketum parpol. Golkar juga dianggap sebelumnya mendapatkan keuntungan dengan NasDem yang berjarak hubungannya dengan Presiden Jokowi.
"Nah sekarang kan itu tenggelam, tenggelam karena yang menguat itu adalah Gerindra dengan Prabowo. Kalau Prabowo jadi presidennya, Gerindra dapat dobel. Dobel pertama capresnya Prabowo, kedua mungkin efek elektoralnya akan jelas ke Gerindra," tuturnya.