Suara.com - Partai Demokrat menilai pembentukan koalisi besar bakal menghadapi jalan terjal yang tidak mudah. Terlebih soal mekanisme penentuan calon presiden dan calon wakil presiden.
Kerumitan menentukan paslon itu tampak dari keinginan masing-masing partai di koalisi besar untuk memajukan kader terbaik mereka menjadi capres.
Diketahui, saat ini koalisi besar diwacanakan berisi gabungan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Terbaru PDIP disebut-sebut siap bergabung.
"Saya pikir sih, saya pikir tidak mudah untuk bergabung semuanya di situ karena ini kan pilpres, semuanya juga tokoh yang, semua partai menginginkan kadernya menjadi sesuatu yang berarti bagi mereka, ya kan," ujar anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan di Kompleks Parlemen Senayan, dikutip Kamis (6/4/2023).
Baca Juga: Demokrat Tak Risau Kehadiran Koalisi Besar Bikin NasDem Putar Haluan
Menurut Syarief titik temu koalisi besar agar mudah terbentuk dan bertahan menuju 2024 ialah kerelaan masing-masing partai agar tidak ego.
"Jadi pertanyaannya apakah partai tertentu itu mau merelakan, mau mengorbankan kadernya untuk tidak menjadi sesuatu, kan begitu," ujar Syarief.
Syarief turut berkomentar soal kemungkinan koalisi besar menghadirkan Gerindra dan PDIP. Di mana dua partai ini sama-sama ingin kader terbaik mereka yang diusung menjadi capres. Gerindra sudah jelas mengusung Prabowo Subianto. Sementara PDIP, walau belum ada nama, mereka memastikan mengusung kader sendiri.
"Ya iya kan, siapa yang mau jadi capres, siapa yang mau jadi cawapres, ya kan. Jadi banyak yang menjadi pertimbangan, tidak mudah, tapi biarkan sajalah gapapa," kata Syarief.
Berdua saja Sulit, Apalagi Berlima
Baca Juga: Tanggapi Wacana Koalisi Besar Pendukung Pemerintah, PKS Santai: Monggo, Cool Saja
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid realistis menganggap wacana pembentukan koalisi besar akan terbentur sulitnya menentukan pasangan capres dan cawapres.
Ia memandang Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) tidak semudah dibayangkan untuk melebur menjadi satu dengan Koalisi Gerindra-PKB atau Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Menurutnya bergabungnya dua koalisi itu memang serba memungkinkan, namun di satu sisi harus realistis.
Jazilul mengatakan fakta saat ini ialah antara KIB dan KKIR belum menentukan siapa capres dan cawapres. Kedua koalisi masih mengalami kesulitan.
"Jadi kerumitannya ada di situ," kata Jazilul kepada wartawan, Senin (3/4/2023).
Ia lantas tidak membayangkan apabila koalisi digabung menjadi koalisi besar maka kerumitan yang ada juga akan ikut membesar.
"Nah jika nanti berkoalisi atau koalisi besar itu bukannya lebih rumit lagi? Ini yang kami pikirkan. Apakah nanti atau pengambilan keputusan terkait capres dan cawapres dengan koalisi yang besar itu pakai ukuran dan standar apa memutuskannya," tutur Jazilul.
KKIR sendiri diakui Jazilul sejauh ini masih alami kesulitan dalam menentukan capres dan cawapres, kendati sudah memiliki mekanisme penentuan melalui Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
"Orang kami berdua aja (Gerindra-PKB) saja kesulitan memutuskan, apalagi berlima (tambah Golkar, PAN, PPP)," kata Jazilul.
Tetapi walau bagaimanapun, jajaran PKB mengikuti sikap dan langkah yang akan diambil Muhaimin ke depan. Apakah memutuskan melebur koalisi atau tetap berdua dengan Gerindra.
"Namun pengalaman yang berjalan itu kerumitannya justru pada bagaimana menyusun format koalisinya, menentukan calon presiden dan calon wakil presidennya, dan juga portofolio yang akan dibuat," kata Jazilul.