Suara.com - Rencana membentuk koalisi besar mencuat ke permukaan seiring bertemunya Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan para ketua umum partai di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Jokowi menilai kedua koalisi ini cocok.
Kendati menilai cocok, Jokowi tidak terlalu jauh menanggapi potensi meleburnya dua koalisi menjadi satu. Jokowi menyerahkan sepenuhnya bergabungnya KIB dan KKIR atau tidak kepada masing-masing ketua umum.
Direktur Eksekutif Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah memandang sebaliknya. Menurutnya pembentukan koalisi besar justru menunggu andil Jokowi. Apabila Jokowi turut berperan, calon presiden koalisi besar sekaligus dapat dipastikan
"Koalisi besar mudah sebenarnya, jika semua tunduk pada kepentingan dan arahan Jokowi, maka Capres dipastikan Prabowo Subianto," kata Dedi dihubungi Senin (3/4/2023).
Baca Juga: 5 Fakta Silaturahmi Ramadan Jokowi Bersama Enam Ketua Partai Politik
Terpilihnya Prabowo menjadi capres erat kaitannya dengan posisi Gerindra di antara partai-partai di KIB dan KKIR. Dedi menuturkan, Gerindra jauh lebih potensial memimpin dibanding KIB, mengingat porsi suara lebih besar di Gerindra, meskipun dari sisi kursi parlemen ada di Golkar.
"Atau, dalam skema optimis karena konsolidasi partai yang cukup kuat, maka Prabowo bisa berpasangan dengan Airlangga Hartarto, ini juga akan menjadi pilihan bijak sebagai pengikat KIB dan KKIR," kata Dedi.
Sementara itu, pandangan KIB dipersiapkan sebagai perahu untuk mencalonkan Ganjar Pranowo pada 2024 akan terbantahkan dengan sendirinya.
Menurut Dedi, koalisi besar terlalu istimewa apabila hanya untuk Ganjar. Lebih dari itu, Jokowi dipandang lebih ingin koalisi besar menjadi kendaraan untuk Prabowo ketimbang untuk kader PDIP tersebut.
"Ganjar akan terlalu istimewa jika didapuk menjadi capres melalui koalisi besar, dan ini bisa menihilkan kekuatan partai, seolah Ganjar menjadi penentu. Padahal, tokoh partai koalisi cukup banyak yang bisa menjadi pilihan," kata Dedi.
Baca Juga: Siasat Jokowi Lari dari Bayang-bayang Megawati, Tinggalkan Ganjar Hampiri Prabowo
"Ganjar semestinya tidak diganggu agar tetap berada di PDIP, dengan begitu PDIP benar-benar menghadapi rivalitas yang cukup kuat untuk di lawan," ujarnya.
Alihkan Dukungan dari Ganjar
Sebelumnya, Jokowi menyatakan pusing selama dua pekan gara-gara mengurus persoalan sepak bola tanah air, seiring pembatalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Membaca pernyataan Jokowi itu.
Menurut Dedi ada kemarahan besar dari orang nomor satu di Indonesia. Kemarahan yang akan berimbas terhadap arah politik dan Ganjar Pranowo menjadi sasarannya.
Menurutnya, kemarahan Jokowi bisa berimbas terhadap pencalonan Ganjar sebagai presiden pada 2024. Diketahui Ganjar belakangan memang disebut-sebut mendapat dukungan dari Jokowi, namun itu bisa saja dulu dan situasi saat ini berbeda.
Sejak FIFA mencoret Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20, banyak mata menyoroti Ganjar. Hal ini tidak terlepas dari pernyataan Ganjar yang menolak kehadiran Timnas U-20 Israel bermain di Indonesia.
Pernyataan ini yang kemudian dinilai ikut berperan dalam batalnya Indonesia sebagai tuan rumah.
"Statemen Jokowi terbaru jelas menunjukkan kemarahannya, dan ini jelas berisiko bagi Ganjar," kata Dedi.
Dedi melihat Jokowi yang sebelumnya dilema antara mendukung Ganjar atau Prabowo, kini lebih leluasa. Jokowi dinilai akan condong mendukung Prabowo pada 2024.
Terlebih jika melihat kebersamaan Jokowi -Prabowo dalam beberapa kesempatan.
"Bisa saja dukungan Jokowi bisa secara penuh ke Prabowo. Ganjar bisa saja akan kehilangan dua hal, ia belum tentu mendapat keterusungan PDIP, juga potensial ditinggalkan Jokowi," ujar Dedi.
Lari dari Bayang-bayang Megawati
Tak hanya itu, ia menilai perang dingin antara Presiden Jokowi dengan PDIP dan Megawati Soekarnoputri dianggap masih terus berlanjut. Salah satu gambarannya terlihat dari absennya perwakilan PDIP dalam Silaturahmi Ramadhan di DPP Partai Amanat Nasional (PAN).
Disinyalir perang dingin itu berkaitan dengan politik 2024. Jokowi yang merupakan kader PDIP dinilai ogah tunduk dengan apa kata Megawati yang merupakan ketua umum.
Presiden memiliki pandangan tersendiri menyoal Pilpres. Pandangan ini yang belum tentu selaras dengan yang diinginkan Megawati.
Dedi melihat ada upaya Jokowi untuk melepaskan diri dari bayang-bayang pengaruh Megawati. Jokowi ingin menunjukan tajinya sendiri sebagai King Maker pada Pilpres mendatang.
"Ya tentu saja, ia ingin lepas dan miliki pengaruhnya sendiri," kata Dedi.