Suara.com - Partai Rakyat Adil dan Makmur (Prima) mengaku masih terus mengupayakan jalur damai dengan KPU perihal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan KPU menunda pemilu hingga dua tahun empat bulan dan tujuh hari.
Hal itu dibuktikan dengan sikap Prima yang masih belum ajukan permohonan eksekusi putusan PN Jakarta Pusat.
"Belum (ajukan eksekusi). Kita masih berharap proses ini masih bisa menemukan titik temu. Ada titik temu yang lebih soft, yang lebih damai di antara dua pihak," kata Sekretaris Jenderal Prima Dominggus Oktavianus di kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Selasa (14/3/2023).
Dia berharap dengan laporan dugaan pelanggaran administrasi KPU ke Bawaslu yang saat ini dilayangkan akan menghasilkan putusan yang baik untuk keduanya.
Dia menyebut hal itu agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan.
"Jadi, kita harapkan nanti pascaproses ini, itu benar-benar ada satu putusan yang benar-benar memberikan jalan keluar. Ada solusi alternatif karena kita tidak perlu juga terlalu ngotot di area yang bisa menimbulkan polemik berkepanjangan," ujarnya.
Sejauh ini, KPU hanya berencana menempuh jalur hukum melawan gugatan Prima. Dominggus mengatakan pihaknya telah menyiapkan sejumlah alternatif untuk langkah berikutnya.
"Ini sebenarnya juga jalur hukum lewat Bawaslu. Kita juga masih menunggu proses di Mahkamah Agung. Kemudian juga kita akan follow up dengan beberapa tindakan lain bila jalur-jalur yang ada ini sudah tidak menemukan solusi juga. Kita sudah mempersiapkan beberapa alternatif kejutan berikutnya nanti ada," tuturnya.
Sebelumnya, KPU menegaskan hanya akan menempuh jalur hukum dan tidak akan menempuh jalur damai dalam menghadapi gugatan Prima.
Ketua Divisi Teknis KPU Idham Holik mengatakan dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, yang berhak mengubah putusan KPU, hanya Bawaslu dan PTUN. Namun, untuk mengubah keputusan itu, partai yang mengajukan gugatan harus memenangkan sengketa proses di Bawaslu dan PTUN yang memiliki wewenang dalam menangani sengketa proses Pemilu.