Suara.com - Sinyal-sinyal akan terbentuknya koalisi besar yang menggabungkan koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) yang diusung PKB-Gerindra dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dideklarasikan Golkar-PAN-PPP semakin terbuka.
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengemukakan, kedekatan yang terjadi saat ini antara koalisinya dengan Golkar sudah menunjukan hal yang positif.
"Artinya PKB, Golkar, Gerindra semakin dekat," ucapnya.
Meski begitu Cak Imin mengemukakan, jika saat ini masih terus melakukan komunikasi dengan Golkar dan belum sampai pada kesepakatan peleburan koalisi.
Baca Juga: Cak Imin Ungkap Hubungan KIB dan Koalisi Gerindra-PKB Makin Mesra, Sinyal Bakal Bergabung?
"Belum, tapi kita saling komunikasi intensif dengan Golkar, sudah sangat dekat," kata Muhaimin di Jakarta, Minggu (12/3/2023).
Cak Imin sendiri mengungkapkan, sampai saat ini kedekatan koalisinya dengan partai beringin menjadi penguat koalisi KIR.
"Tapi kedekatan ini menjadi poin untuk menguatkan koalisi PKB-Gerindra," kata Muhaimin.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengungkapkan, bergabungnya dua koalisi menjadi satu, KIR dan KIB, akan menjadi lebih baik secara kekuatan.
"Dua-duanya mengajak. Jadi kalau dua-dua bergabung lebih kuat lebih baik," kata Airlangga di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (10/2/2023).
Baca Juga: Hati-hati Pak Jokowi, Ada Peluang Besar Jadi The Next Muhyiddin Malaysia Setelah Lengser
Ia mengemukakan, dalam politik, tidak ada yang tidak bisa dibicarakan. Jika terjadi dua koalisi melebur, artinya Golkar-PAN-PPP akan menyatu dengan Gerindra-PKB.
"Dan jangan lupa ini semua partai pemerintah," kata Airlangga.
Sementara itu Muhaimin Iskandar atau Cak Imin merespons positif terbukanya peluang bersatunya dua koalisi.
"Sangat bagus. Semakin banyak barisan koalisi semakin efektif proses Pemilu, proses Pemilu semakin baik," kata Muhaimin.
Terpenting menurut Muhaimin dalam merajut kebersamaan di koalisi ialah menyamakan visi, target, dan tujuan.
"Itu yang paling penting. Jadi kita berharap partai-partai mari kita samakan visi, tujuan dan target sehingga kita betul-betul siap tidak mendadak dalam mengambil langkah-langkah strategis," ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Politik dari Universitas Widya Mandira Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) Mikhael Rajamuda Bataona mengungkapkan, makna-makna simbolik yang direpresentasikan para pimpinan partai politik KIB dan KIR sejauh ini menunjukkan indikasi yang kuat.
Dalam narasi komunikasi politik yang muncul, mereka memiliki satu titik pijak yang sama, yaitu melawan pihak yang menolak melanjutkan visi kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Artinya, KIR dan KIB mempunyai situasi psikologis dan suasana kebatinan yang sama, yaitu menolak calon presiden yang menjadi antitesis Presiden Jokowi.
Menurutnya, bagi KIR maupun KIB, melanjutkan proyek pembangunan seperti Ibu Kota Negara (IKN), program hilirisasi bahan tambang seperti nikel, tembaga, program dana desa, pembangunan infrastruktur dan lainnya dalam rangka memperkuat perekonomian Indonesia adalah hal yang wajib.
Program-program tersebut merupakan kerja-kerja nyata Presiden Jokowi yang wajib dilanjutkan demi visi Indonesia hebat, sehingga bagi KIR, KIB maupun PDIP, taruhannya akan sangat mahal jika kepemimpinan berikutnya jatuh ke tangan kelompok yang menjadi anti tesis Presiden Jokowi.
"Inilah alasan rasional mengapa koalisi PDIP, KIB, KIR, berpeluang terjadi karena pada dasarnya mereka mempunyai situasi psikologis dan suasana kebatinan yang sama. Yaitu sebagai gerbong besar yang ingin melanjutkan program-program Presiden Jokowi," katanya seperti dikutip Antara.
Bataona mengatakan, hal lain dari simbolisme politik yang sering direpresentasikan KIB dan KIR, meski berbeda nama tetapi isinya sama, yaitu sama-sama ingin agar ada 'Jokowi baru' yang melanjutkan kepemimpinan bangsa ini.
"Pemegang 'kartu as' dua poros koalisi ini, adalah Presiden Jokowi. Artinya, dari yang terbaca secara politik, KIB adalah poros koalisi yang sengaja dikonsolidasikan dan sangat nampak sebagai representasi kekuatan Jokowi," katanya.