Suara.com - Anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP M Rifqinizamy Karsayuda menilai bahwa adanya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang menghukum KPU untuk melakukan penundaan tahapan Pemilu 2024 tidak akan bisa langsung dieksekusi.
Sebab, apa yang jadi keputusan PN Jakpus tersebut atas dasar gugatan perdata.
"Menurut pandangan saya, satu putusan perkara perdata itu tidak serta merta memiliki titel eksekutorial untuk bisa dieksekusi untuk melakukan penundaan tahapan-tahapan pemilu yang bersifat administrasi negara, kata Rifqinizamy kepada wartawan, Kamis (2/3/2023).
"Dan karena itu, putusan itu menurut pandangan saya bisa menjadi putusan yang sia-sia dilakukan oleh pengadilan," sambungnya.
Ia pun mengaku menyayangkan putusan pengadilan tersebut, karena putusan pengadilan tersebut kepastian hukum bagi Partai Prima pada satu pihak, namun kemudian menghadirkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi pihak-pihak yang lain.
"Menimbulkan kekacauan-kekacauan hukum, dimana kemudian atas kerugian-kerugian keperdataan partai prima yang disampaikan dalam putusan-putusan itu, kita justru diperintahkan untuk mengulang tahapan yang sudah ada," tuturnya.
Menurutnya, konsekuensi dari pengulangan tahapan yang sudah berjalan, yaitu tentu mengulur-ulur waktu atau disebut oleh para pihak sebagai penundaan Pemilu dari tahun 2024 menjadi tahun 2025.
Ia mengatakan, jika hal itu terjadi maka banyak sekali problem ketatanegaraan yang akan dihadirkan diantaranya, institusi-institusi negara yang habis masa jabatannya di 2024, itu tidak mendapatkan jalan hukum untuk diperpanjang melalui putusan pengadilan tersebut.
"Karena itu sekali lagi, saya sangat menyayangkan putusan pengadilan ini. Menurut saya putusan pengadilan ini jauh dari aroma keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukum sebagaimana ajaran dasar hukum itu sendiri," pungkasnya.
Putusan