Penyandang gelar Doctor of Philosophy dari Griffith University, Australia itu mengatakan skema pemanfaatan artis sebagai calon wakil bupati atau wali kota oleh partai pengusung jadi penyebab utama dari konflik yang terjadi antara sejumlah kepala daerah di Jawa Barat dengan wakilnya yang berlatar belakang artis.
"Ini menurut saya yang menyebabkan fenomena-fenomena seperti Dicky Chandra, terus juga Lucky Hakim dan Sahrul Gunawan," ucapnya.
Lebih jauh ia mengatakan, tugas artis dan pesohor itu selesai setelah kontestasi pilkada berakhir. Jika pasangan calon tersebut menang, maka sang artis tak akan diberi porsi kekuasaan apapun, baik penugasan terlebih anggaran.
"Mereka pada akhirnya, tugas mereka selesai Pemilu ya selesai. Jadi tidak bisa diharapkan untuk menjalankan roda pemerintahan," jelasnya.
Kondisi bak pepatah ‘habis manis sepah dibuang’ itu, kata Giri, bakal berjalan mulus pada wakil kepala daerah yang tak memiliki pengalaman di dunia politik.
"Apalagi yang baru-baru yang belum berpolitik, bukan dari partai dan segala macam biasanya sih itu hanya saat Pilkada saja," tuturnya.
Menurut dia, artis yang digaet untuk maju dalam pilkada tersebut sadar jika mereka hanya dimanfaatkan untuk meraup suara. Apalagi jika artis tersebut dipasang di posisi wakil kepala daerah, semisal wakil bupati, wakil wali kota atau bahkan wakil gubernur.
"Harusnya sih sadar ya, karena posisinya wakil. Kalau mereka lihat secara normatif wakil itu membantu tugas kepala daerah ya. Jadi bukan institusi sendiri yang memiliki kewenangan untuk melakukan sesuatu atas nama jabatannya," kata dia.
Diketahui, terdapat tiga artis yang berstatus sebagai kepala daerah level kabupaten di Jawa Barat. Ketiganya adalah Sahrul Gunawan, Hengky Kurniawan dan Lucky Hakim.
Baca Juga: Islah Gagal, Ridwan Kamil Sebut Proses Pengunduran Diri Lucky Hakim Jalan Terus
Sahrul Gunawan merupakan Wakil Bupati Bandung. Sedangkan Hengky Kurniawan menjabat awalnya menjabat sebagai Wakil Bupati Bandung Barat. Ia naik menjadi bupati usai pasangannya, Aa Umbara terjerat kasus korupsi.