Suara.com - Perebutan kursi panas federasi sepakbola Indonesia, baru saja selesai bergulir. Erick Thohir menang mutlak dalam voting di KLB PSSI mengantongi 64 suara atau 50 persen lebih dari jumlah voters.
ANGIN segar sepakbola Indonesia kembali berembus saat Erick Thohir didaulat memimpin Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) yang resmi diketuk palu pada Kamis (16/2/2023).
Ia resmi memimpin PSSI didampingi Ratu Tisha dan Zainuddin Amali yang juga terpilih sebagai wakil ketua umum dalam Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar di Hotel Shangri-la, Jakarta.
Erick resmi menggantikan Muhammad Iriawan alias Iwan Bule, pensiunan jenderal bintang tiga yang 'lengser' karena Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 silam hingga menelan korban jiwa 135 orang.
Baca Juga: Pastikan PSSI Tak Dijadikan Kendaraan Politik 2024, DPR akan Pantau Kinerja Erick Thohir Day to Day
Dalam sambutan usai terpilih menjadi Ketum PSSI, Erick menyoroti tiga hal positif yang dilakukan federasi sepak bola Indonesia di bawah arahan Iwan Bule.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada kepengurusan PSSI yang sebelumnya, yang dipimpin pak Iwan sahabat saya, karena kepengurusan sudah bekerja luar biasa keras ketika saat Covid."
"Saya ingat sekali kita sering kontak-kontakan waktu itu. Bagaimana kita saling mendukung penanganan Covid waktu itu, dan kebetulan saya waktu itu menjadi ketua salah satu penanggulangan Covid," ucap Erick.
Selain itu, ia juga mengakui capaian Timnas Indonesia saat Iwan Bule menduduki kursi Ketum PSSI.
"Dan tentu apresiasi yang luar biasa ketika juga bisa memperbaiki peringkat tim nasional. Itu yang memang sedang ditunggu-tunggu oleh masyarakat sepak bola," terangnya dalam video yang diunggah PSSI dalam akun YouTube, Kamis (16/2).
Baca Juga: Komisi X DPR Wanti-wanti Erick Thohir, Tak Jadikan Kursi Ketum PSSI sebagai Kendaraan Politik 2024
Selain itu, Erick mengakui, penyelenggaraan Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI 2023 yang berjalan lancar.
"Tentu juga hari ini bagaimana KLB alhamdulillah berjalan dengan lancar. Dan ini sesuatu prestasi tersendiri karena kita tahu beberapa kali KLB kita mengalami tentu sesuatu yang menjadi sorotan, hari ini sorotannya insyaAllah positif tidak seperti yang lalu-lalu," ujar Erick yang berdiri di samping Iwan.
Sebelum lengser, nama Iwan Bule sebelumnya pernah digadang-gadang akan membawa angin segar bagi sepakbola Indonesia. Pasalnya, Iwan Bule juga terpilih dalam KLB PSSI yang digelar pada November 2019. Kala itu, Iwan menang mutlak dari 'lawannya' yang merupakan orang lama di federasi, Rahim Soekasah dan Arif Putra Wicaksono.
Kisah kursi PSSI-1 dalam lebih satu dekade belakangan memang tidak bisa dipisahkan sebagai jalan pintas dongkrak popularitas. Pun selain itu, kursi Ketum PSSI juga panas karena mengantarkan sejumlah ketuanya masuk bui karena kasus korupsi.
Aroma politik dalam organisasi PSSI cukup kental terasa, sebab dari 19 nama ketua yang pernah memegang tampuk pimpinan tertinggi federasi sepakbola nasional, didominasi pejabat pemerintah, baik aktif maupun sudah tak lagi menjabat, pun ada sejumlah nama politisi partai politik yang 'menguasai' olahraga favorit masyarakat Indonesia.
Koorditor Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali mengemukakan, dalam satu dekade terakhir, jabatan Ketum PSSI memang sarat dengan muatan politis yang sangat kental.
Ia mencontohkan pada masa La Nyalla Mattalitti yang tidak selesai memimpin PSSI karena tersandung kasus pencucian uang dalam pengelolaan dana hibah yang diterima Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur tahun 2011 sampai 2014.
Akhirnya, La Nyalla dipaksa mundur dalam KLB PSSI yang digelar pada 2016 silam. Kemudian Eddy Rahmayadi, yang kala itu masih menjadi Pangksotrad, menggantikannya setelah menang dalam voting di KLB dengan menyinyingkirkan sejumlah nama kandidat seperti Moeldoko dan Eddy Rumpoko.
Namun Eddy tidak menyelesaikan masa jabatannya sebagai Ketum PSSI. Eddy lebih memilih untuk meninggalkan rangkap jabatannya dengan memilih fokus menjadi Gubernur Sumatera Utara (Sumut).
Ketum PSSI Tidak Pernah Selesai
"Sejak zaman La Nyalla Mattalitti, Ketua Umum PSSI tidak pernah selesai menyelesaikan tugasnya. Kalau ditanya, Eddy Rahmayadi misalnya, saat jadi Sumatera Utara-1, akhirnya mundur," katanya.
Edy sendiri akhirnya mundur dari Ketum PSSI pada Januari 2019 usai terpilih menjadi Gubernur Sumatera Utara (Sumut). Ia sebelumnya mundur karena mendapat tekanan publik setelah Timnas Indonesia gagal di Piala AFF 2018 serta makin menajamnya kasus pengaturan skor yang terjadi di tubuh PSSI.
Pensiunan jenderal bintang tiga ini kemudian meneruskan estafet kepemimpinannya kepada Wakil Ketua Umum PSSI Joko Driyono. Alih-alih perbaikan, Joko Driyono kemudian disebut terlibat skandal pengaturan skor yang membuatnya dijebloskan ke penjara.
Jabatan Ketum PSSI kemudian berlanjut kepada Iwan Budianto yang menjadi Ketum PSSI sementara hingga akhirnya kembali digelar KLB pada November 2019 yang memunculkan nama Iwan Bule.
Saat Iwan Bule terpilih menjadi Ketum PSSI, harapan sepakbola Indonesia bisa berkembang. Namun sayang, ketika di tengah jalan, banyak pecinta sepakbola Indonesia yang pesimis.
Hal tersebut dipicu banyaknya baliho bergambar Iwan Bule bertebaran di sejumlah titik Kota Bandung hingga membuat publik berasumsi Iwan Bule akan mencalonkan diri pada Pilkada Jabar.
Meski tak sehebat tekanan untuk Eddy Rahmayadi, namun tetap saja hal itu menjadi perhatian publik. Puncaknya saat terjadi Tragedi Kanjuruhan yang membuat tekanan publik makin membesar untuk meminta jajaran PSSI mundur.
Bahkan menurut sumber Suara.com, Iwan Bule sempat menemui salah satu tokoh di Jawa Barat untuk meminta restu maju pilgub.
"Waktu itu sempat ke sini, mau minta restu. Tapi, dia (Iwan Bule) diminta untuk menyelesaikan dulu soal Kanjuruhan," ujarnya.
Batu Loncatan
Fenomena batu loncatan seperti yang dilakukan Eddy Rahmayadi dan Iwan Bule menurut Akmal memang menunjukan sepakbola memiliki dampak signifikan dalam politik Indonesia.
"Sejauh ini yang berdampak justru cuma buat politisinya. Buat sepakbolanya belum banyak ya. Untuk politisinya berdampak besar, karena sepak bola ini mengandung unsur politik yang sangat seksi karena sepak bola itu kan penontonnya banyak. Dibanding cabang olahraga lain, sepakbola yang paling seksi," kata Akmal kepada Suara.com.
Terkait Erick Thohir, Akmal menilai memang sangat berpotensi bakal mendompleng elektabilitas Menteri BUMN tersebut dalam panggung politik nasional. Terlebih untuk kepentingan Pemilihan Presiden 2024 nanti yang begitu besar.
Ia mengungkapkan, tak heran jika menjadi Ketua Umum PSSI merupakan batu loncatan yang begitu mumpuni, termasuk bagi Erick Thohir. Apalagi kini nama Erick Thohir digadang-gadang menjadi cawapres.
"Kalau saya lihat sih, kemungkinan seperti itu. Ya artinya, dibuktikan saja nanti. Apakah bulan September beliau nanti nyalon jadi cawapres," ungkapnya.
Sebenarnya, Akmal mengemukakan, PSSI bisa membuat fakta integritas untuk kandidat ketua umum sebelum pemilihan ketum PSSI digelar.
Hal tersebut diperlukan agar siapapun yang nantinya terpilih menjadi pejabat federasi sepakbola nasional itu, tidak bakal mundur meninggalkan jabatan, entah sabgai ketua atau wakil ketua umum PSSI di tengah masa jabatan.
"Artinya, mereka bakal terus menjabat hingga masa jabatan berakhir," ujarnya.
Senada dengan Akmal Marhali, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menekankan agar Erick Thohir tidak menjadikan jabatan Ketum PSSI hanya menjadi batu loncatan untuk kepentingan politik jangka pendek.
"Saya menyeru dan saya memberikan imbauan moral kepada Mas Erick Thohir, saya berharap sekali PSSI jangan terjebak jangka pendek, terutama kepada konteks kepentingan politik jangka pendek," kata Huda di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (20/2/2023).
Ia menegaskan, saat ini publik sudah lama menanti dan menunggu lama untuk perubahan di tubuh PSSI secara khusus, dan umumnya untuk sepakbola di Indonesia.
"Saya meyakini ketika PSSI terjebak jangka pendek tetutama kepada kepentingan politik jangka pendek yang jadi korban menurut saya publik sepakbola kita dan saya kira perlu dihindari, apapun suasananya," katanya.
=========================
Tim Liputan Adie Prasetyo Nugraha, Faqih Fatturahman, Novian Ardiansyah