Suara.com - Persiapan menuju pemilihan umum 2024 sudah dilakukan oleh banyak bakal calon politisi yang akan mengisi kursi wakil rakyat selanjutnya.
Tak terkecuali mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Anies yang sudah dideklarasikan sebagai bakal calon presiden dalam pemilu 2024 oleh Partai Nasdem semakin gencar melakukan lawatan politik.
Baru-baru ini, Anies pun menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Ummat di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, pada Selasa, (14/02/2023) lalu. Di dalam kesempatan tersebut, Anies pun mengaku dirinya sering dilabeli oleh banyak orang sebagai politisi dengan politik identitas. Label itupun sudah sering ia dengar sejak mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Saya pakai pengalaman saja. Ketika Pilkada 2017 di Jakarta, semua label itu ditempelkan kepada yang terpilih. Semua ditempelkan. Apapun labelnya,” ungkap Anies.
Baca Juga: Nyaris Tak Lolos Verifikasi KPU, Partai Ummat Besutan Amien Rais Kini Terancam Dibubarkan
Anies pun mengaku bahwa kedatangannya ke acara partai atau kegiatan yang lekat dengan agama Islam bukanlah sebagai bentuk politik identitas, namun sebagai bentuk rasa menghargainya kepada ketua atau pemimpin dalam organisasi tersebut.
Publik juga dikejutkan dengan manuver Partai Ummat yang secara terang-terangan mengusung politik identitas untuk berkampanye. Partai besutan Amien Rais itu mengusung politik identitas sebagai strategi untuk memenangkan Anies Baswedan sebagai presiden RI.
Seperti diketahui, Partai Ummat baru saja mengumumkan resmi mengusung Anies Baswedan sebagai capres di Pilpres 2023. Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi menegaskan menggunakan politik identitas sebagai cara elegan untuk berpolitik.
"Ya kami partai Ummat, kami adalah politik identitas. Tanpa moralitas agama politik akan kehilangan arah dan terjebak dalam moralitas yang relatif," ujar Ridho.
Lantas, apa itu politik identitas yang digembar-gemborkan Partai Ummat?
Baca Juga: Politik Identitas Partai Ummat, Gerus Kualitas Demokrasi
Politik identitas sendiri sudah menjadi salah satu isu bagi setiap politisi di Indonesia. Bagi mereka, politik identitas adalah metode pendekatan terhadap masyarakat dalam kegiatan kampanye secara terbuka ataupun tersirat agar mendapat dukungan penuh dari para pemilik asli identitas tersebut.
Isu ini pun pernah dibahas di dalam buku karya Used Abdillah yang berjudul Politik Identitas Etnis. Dalam buku tersebut, politik identitas didefinisikan sebagai politik yang dasar utama kajiannya dilakukan untuk merangkul suatu persatuan atas dasar persamaan-persamaan tertentu, mulai dari etnis, agama, hingga jenis kelamin.
Hal ini pun begitu lekat dalam dunia politik di Indonesia, mengingat budaya toleransi di Indonesia begitu tinggi, sehingga banyak orang yang mulai mengklaim diri mereka memiliki suatu identitas demi mendapatkan perhatian dan suara dari orang banyak.
Fenomena politik identitas ini juga selalu menjadi problematika setiap menuju pemilihan umum. Banyak politisi yang berbondong-bondong menghadiri kegiatan publik seolah menjadi bagian penting dalam kegiatan tersebut seraya mencari "celah" untuk menjadi perhatian demi merebut kursi wakil rakyat.
Hal ini menjadi dilema bagi setiap politisi yang akan maju dalam pemilu dan ditentang oleh banyak orang. Tak jarang, banyak politisi yang juga terang-terangan menyebut politik identitas sebagai kecurangan dalam kampanye.
Kontributor : Dea Nabila