Suara.com - Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) M Kholid enggan mengomentari terlalu jauh permasalahan utang piutang Anies Baswedan kepada Sandiaga Uno saat Pilkada DKI Jakarta 2017. Masalah utang yang kini menjadi polemik di publik itu bersifat pribadi antara Anies dan Sandiaga.
"Isu ini tidak menguntungkan bagi siapa pun, karena perjanjian itu sifatnya personal hubungan antar pihak," kata Kholid saat dihubungi wartawan, Sabtu (11/2/2023).
Dia berujar, PKS hanya ingin fokus mendukung Anies maju sebagai calon presiden di Pilpres 2024 mendatang.
"Kami ingin menatap masa depan ya, tidak ingin menengok ke belakang (bahas soal utang)," ujarnya.
Kholid menilai seharusnya persoalan utang piutang tersebut bisa diselesaikan dengan mudah. Apalagi antara Anies dan Sandiaga memiliki hubungan dekat sebagai sahabat.
"Mas Anies, bang Sandi dan Mas Erwin itu sahabat dekat. Seharusnya tidak ada kesulitan dalam komunikasi," tuturnya.
Penjelasan Anies
Bakal Calon Presiden dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, akhirnya angkat bicara menanggapi soal dirinya diisukan belum membayar utang sebesar Rp50 miliar kepada Sandiaga Uno pada Pilkada DKI Jakarta 2017 silam.
Anies menyatakan, bahwa permasalahan utang piutang itu selesai pasca dirinya berhasil menang di Pilkada DKI 2017.
Baca Juga: Anies Tolak Tawaran Jadi Cawapres, Janji Kepada Warga Jakarta Utama
Anies menceritakan pada masa kampanye saat ia ikut dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta, banyak pihak yang memberikan sumbangan. Sampai akhirnya ada pihak menyumbang yang ingin dicatat sebagai pinjaman.
"Kemudian, ada pinjaman, sebetulnya bukan pinjaman, dukungan. Yang pemberi dukungan ini meminta dicatat sebagai utang. Jadi dukungan yang minta dicatat sebagai utang," kata Anies dalam Youtube Merry Riana, dikutip pada Sabtu (11/2).
Kemudian ia menyampaikan, bahwa dukungan berupa uang itu diperuntukkan buat kampanye. Apabila di Pilkada DKI Jakarta kala itu dirinya bersama Sandiaga Uno menang, maka pinjaman tersebut dianggap lunas dan selesai.
Namun, jika pasangan Anies-Sandiaga kala itu kalah, maka pinjaman tersebut harus dibayarkan. Lalu Anies menyampaikan, jika dalam surat perjanjian pinjaman itu Sandiaga sebagai penjamin, bukan pemilik uang.
"Jadi itu kan dukungan, penjaminnya Pak Sandi. Jadi uangnya bukan dari Pak Sandi. Itu ada pihak ketiga yang mendukung, kemudian saya yang menyatakan, surat pernyataan utang saya yang tanda tangan," tuturnya.
Menurut Anies, sumbangan yang diikat dalam bentuk pinjaman dalam Pilkada tersebut dianggap sebagai cara-cara baru.
"Itu mindset baru. Cuma kan itu ada perjanjian yang karena ada seseorang yang mengungkap, ya sekarang kita ceritakan. Ada dokumennya. Jadi kalau suatu saat itu dianggap perlu dilihat, boleh saja, wong tidak ada sesuatu yang luar biasa di situ," imbuhnya.
Utang
Sebelumnya Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden kembali diguncang dengan isu tak sedap. Anies diisukan belum membayar utang sebesar Rp50 miliar kepada Sandiaga Uno.
Isu ini merebak di tengah keretakan hubungan antara Anies dengan Prabowo Subianto. Pasalnya, Anies dikabarkan ingkar janji terkait perjanjian tidak maju capres yang diteken dengan Prabowo.
Menurut Waketum partai Golkar, Erwin Aksa, hingga saat ini Anies masih memiliki utang sebesar Rp50 miliar ke Sandiaga Uno.
Uang itu dipinjam saat Anies maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta 2017 silam.
"Waktu putaran pertama, logistik juga susah. Jadi ya yang punya logistik kan Sandi. Sandi kan banyak saham, likuiditas bagus dan sebagainya. Ya intinya kalau tidak salah itu perjanjian utang piutang barangkali ya," ujar Erwin dikutip dari Kanal Youtube Akbar Faizal.
Erwin menyebut, Sandiaga Uno dengan modal yang sangat besar memberikan dukungan untuk Anies lantaran kala itu kesulitan logistik kampanye.
"Jadi, kira-kira begitu yang saya lihat. Nilainya berapa ya, Rp50 miliar barangkali. Saya kira belum (lunas) barangkali ya," kata Erwin.
Di Pilkada DKI 2017, Anies Baswedan diusung oleh partai Gerindra dan PKS. Ia dan Sandiaga Uno mengalahkan pasangan petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat yang diusung PDIP, NasDem, Golkar, dan Hanura.